REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyampaikan sejumlah alternatif untuk perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi. Salah satunya menurunkan kriteria batas maksimal lahan sawah yang diusahakan petani sebagai yang berhak menerima bantuan pupuk bersubsidi dari pemerintah.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan, Ali Jamil, saat ini petani yang berhak mendapatkan pupuk subsidi yakni yang mengusahakan lahan sawah maksimal 2 hektare. Pihaknya mengusulkan kepada Komisi IV DPR untuk menurunkan batas luas sawah menjadi maksimal 1 hektare.
"Namun, dalam Undang-Undang Nonor 19 Tahun 2013 pasal 12 disebutkan perlindungan petani diberikan kepada petani yang mengusahakan lahan paling luas 2 hektare. Ini bisa kita bahas dan tinjau," kata Ali dalam Rapat Dengar Pendapat Panja Pupuk Bersubsidi dan Kartu Tani bersama Komisi IV DPR, Senin (14/6).
Ia menerangkan dengan kriteria maksimal 2 ha berhak mendapatkan pupuk subsidi, diperoleh data sebanyak 17,05 juta petani yang mendapatkan pupuk bersubsidi pemerintah. Namun, persentase pupuk yang dapat dipenuhi dari total kebutuhan petani hanya berkisar 45 persen.
Sebaliknya, jika pupuk subsidi khusus diberikan kepada petani yang mengusahakan lahan maksimal 1 ha, diperoleh data hanya 12,7 juta petani yang bisa mengakses pupuk bersubsidi. Meski demikian, pemenuhan kebutuhan pupuk subsidinya bisa mencapai 76 persen.
Adapun dari segi anggaran, jika batas lahan diturunkan akan lebih hemat dari tahun ini Rp 65,7 triliun menjadi Rp 32,46 triliun. Alokasi anggaran per petani juga jadi turun dari Rp 3,85 juta menjadi Rp 2,55 juta per orang.
Sementara untuk kebutuhan pupuk subsidi secara nasional juga akan ikut turun dari kebutuhan riil tahun ini sebanyak 24,3 juta ton menjadi hanya 11,9 juta ton. Sementara luas tanam yang mendapatkan pupuk subsidi juga menyusut dari total 33,8 juta ha menjadi 16,8 juta ha.
Ali mengakui, kemampuan pemerintah dalam menyediaan pupuk jauh di bawah dari kebutuhan yang diajukan petani. Tahun ini saja, berdasarkan data elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK), total pupuk subsidi yang diajukan petani mencapai 24,3 juta ton, namun pemerintah hanya mampu menyediakan 9 juta ton. Itu pun sudah diupayakan lewat penambahan anggaran.
Selain penurunan batas lahan, pihaknya juga mengusulkan agar ada prioritas komoditas yang bisa mendapatkan pupuk subsidi. "Di e-RDKK ada 90 data komoditas yang dicantumkan bisa mendapat subsidi, kalau boleh untuk alternatif kami memilih komoditas prioritas, misalnya dari tanaman pangan apa, hortikultura apa, dan seterusnya," ujarnya.
Adapun alternatif selanjutnya yakni memilih jenis pupuk tertentu yang disubsidi. Sebagai contoh, hanya pupuk Urea dan NPK yang akan disubsidi. Usulan terakhir, yakni digitalisasi penyusunan data e-RDKK dengan validasi melalui e-verval dan ujicoba aplikasi biometrik pada proses penebusan pupuk di kios serta monitoring langsung secara daring.
Anggota Komisi IV DPR RI, Riezky Aprilia, menyatakan, dalam RDP Panja kali ini pihaknya masih menggali informasi dari Kementan dan Pupuk Indonesia Holding Company. Pihaknya berharap lewat koordinasi yang terus dilakukan akan ditemukan solusi yang bisa dipilih untuk membenahi program pupuk subsidi.
"Kita berharap ke depan kita bisa memunculkan sebuah rekomendasi untuk perbaikan bersama ke depan," kata dia.