REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan atau sekolah. Hal ini tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang diajukan pemerintah dan akan dibahas dengan DPR.
Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama KH Arifin Junaidi menegaskan bahwa LP M'arif NU PBNU dengan tegas menolak rencana penghapusan bebas pajak bagi lembaga pendidikan dan meminta pemerintah membatalkannya.
“LP Ma'arif NU sampai saat ini masih terus bergerak dan bergiat dalam bidang pendidikan bukan untuk mencari keuntungan finansial, melainkan untuk terus berperan serta dalam upaya mencerdaskan bangsa sebagai pelaksanaan amanat UUD 1945,” ujar KH Arifin Junaidi kepada Republika.co.id, Senin (14/6).
LP Ma'arif NU, kata KH Arifin, telah bergelut dalam bidang pendidikan jauh sebelum Indonesia merdeka, dan menaungi sekitar 21 ribu sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia, sebagian besar berada di daerah 3T. “Jangankan menghitung komponen margin dan pengembalian modal, dapat menggaji tenaga didik kependidikan dengan layak saja merupakan hal yang berat,” ujarnya menambahkan bahwa rencana penghapusan bebas pajak hanya akan memberatkan orang tua murid.
“Itu sebabnya gaji tenaga didik kependidikan di lingkungan LP Ma'arif NU harus diakui masih jauh dari layak karena jauh di bawah UMK. Padahal, tugas, posisi, dan fungsi guru tak berada di bawah buruh,” kata dia tidak habis pikir dengan arah pikiran para pengambil kebijakan.
“Ini bertentangan dengan upaya mencerdaskan bangsa yang menuntut peran pemerintah dan keterlibatan masyarakat. Harusnya pemerintah mendukung partisipasi masyarakat,” ujarnya.
“NU akan selalu bersama pemerintah, selama pemerintah bersama rakyat. Sebaliknya, kalau pemerintah meninggalkan rakyat, NU akan memberikan kritik sebagai masukan,” katanya menandaskan.