REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat berobat ke dokter, baik orang dewasa maupun anak-anak, kerap mendapatkan antibiotik yang harus dihabiskan sesuai resep. Padahal, tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik sebagai obatnya.
Dokter spesialis penyakit dalam RSUD Dr. Soetomo, Dr Erwin Astha Triyono, menyebut, praktik itu sudah telanjur menjadi budaya di Indonesia. Ia menilai, perlu sosialisasi kepada seluruh klinik maupun rumah sakit untuk menggunakan antibiotik secara bijak.
Di samping itu, Dr Erwin juga mengimbau masyarakat untuk tidak ‘menggampangkan’ penggunaan antibiotik untuk penyakit yang disebabkan oleh virus. Sebab, penyakit tersebut bersifat self-limiting disease, yakni orang yang menderitanya hanya memerlukan banyak istirahat dan cukup nutrisi untuk sembuh.
Selain itu, Dr Erwin turut menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam mencegah meluasnya dampak resistensi antibiotik.
Antibiotik adalah obat untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik tidak bisa mematikan virus, jamur, atau parasit.
Jadi dari penjelasan tersebut sudah dipastikan, antibiotik tidak bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Jika tidak digunakan dengan bijak, antibiotik malah bisa membunuh bakteri baik.
“Pada 2015, WHO menyebutkan, bakteri resisten adalah bakteri akan kebal terhadap antibiotik, yang pada awalnya berguna untuk mengobati infeksi, yang disebabkan oleh bakteri jahat,” ungkap Dr Erwin, dalam virtual media briefing "Kemitraan Sektor Swasta dan Peran Masyarakat dalam Mempromosikan Penggunaan Antibiotik Secara Rasional dan Tuntas", pekan lalu (10/6).
Penyebab bakteri menjadi resisten itu, menurut Dr Erwin, antara lain akibat penggunaan antibiotik secara berlebihan. Selain itu, penjualan secara bebas di apotek atau rumah obat juga turut berperan membuat antibiotik mudah didapatkan masyarakat.