REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri mengatakan vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah mencederai rasa keadilan masyarakat. "Putusan ini sangat mencederai rasa keadilan," kata Bivitri saat dihubungi di Jakarta, Selasa (15/6).
Ia mengatakan masyarakat luas telah mengetahui bahwa sosok Jaksa Pinangki Sirna Malasari memiliki peran penting dan signifikan dalam kasus yang menjerat Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Selain adanya pengurangan masa hukuman dari 10 tahun menjadi empat tahun, alasan atau pertimbangan yang disampaikan hakim juga turut memperdalam rasa kekecewaan publik terhadap lembaga peradilan.
Menurut dia, pertimbangan perempuan yang membuat hukuman Jaksa Pinangki dipotong hingga enam tahun adalah alasan yang dicari-cari atau tidak masuk akal. Bivitri juga membandingkan kasus korupsi yang menjerat mantan kader Partai Demokrat Angelina Sondakh namun tidak mendapat keringanan sebagaimana jaksa Pinangki.
"Kalau pun tidak kasus korupsi, ada kasus Baiq Nuril namun tidak mendapat keringanan sebagaimana Jaksa Pinangki," kata pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera tersebut.
Ia mengatakan justru karena Pinangki merupakan seorang jaksa seharusnya hukuman yang dijatuhkan hendaknya jauh lebih berat bukan malah dikurangi. Kendati demikian, ia mengatakan hakim memang memiliki pertimbangan atau sebuah keyakinan yang akan diambil dalam memutus sebuah perkara.
Bahkan, tak jarang hal-hal yang sama sekali tidak terkait dengan perbuatan hukum pelaku menjadi pertimbangan. "Namun, biasanya itu tidak dalam mengenali peran gender, sebab cukup banyak di penjara perempuan yang bawa bayinya sambil menyusui," katanya.
Vonis hakim tersebut juga berpotensi merusak nilai-nilai keadilan. Sebab, masyarakat akan membandingkan hukuman bagi rakyat kecil yang dipenjara sambil menyusui anak dengan hukuman Jaksa Pinangki yang dikurangi karena alasan perempuan dan memiliki anak berusia empat tahun.