REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Mary Hunter, peneliti dan analis yang berbasis di Inggris, menulis sebuah kolom pada laman geo.tv mengenai Malala Yousafzai. Dalam wawancara tersebut, Malala menanggapi anggapan jilbab sebagai simbol penindasan.
"Gadis Muslim atau gadis Pashtun atau gadis Pakistan, ketika kita mengikuti pakaian tradisional kita, kita dianggap tertindas, atau tidak bersuara, atau hidup di bawah patriarki. Saya ingin memberi tahu semua orang bahwa Anda dapat memiliki suara Anda sendiri dalam budaya Anda, dan Anda dapat memiliki kesetaraan dalam budaya Anda," kata Malala.
Di Barat, orang mulai semakin bisa menerima untuk mengekspresikan diri melalui pakaian. Namun stereotip tentang wanita yang mengenakan jilbab atau burqa sayangnya tidak tergoyahkan.
Pada April lalu, meski belum menjadi undang-undang, senat Prancis menyerukan "larangan di ruang publik dari setiap tanda agama yang mencolok oleh anak di bawah umur dan pakaian atau pakaian apa pun yang akan menandakan inferioritas wanita atas pria."
Persepsi ini tidak hanya menandakan ketidaktahuan tentang iman dan umat Islam, tetapi juga keengganan untuk memahami. Dalam Islam, baik pria maupun wanita diajarkan untuk bersikap rendah hati dalam berhubungan dengan lawan jenis, terutama di depan umum. Di ruang publik inilah wanita Muslim akan mengenakan jilbab atau burqa.