REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan perkembangan kasus-kasus yang menjadi perhatian publik. Salah satunya adalah perkara unlawful killing atau pembunuhan di luar hukum terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI).
"Ada petunjuk P19 dari kejaksaan, sudah kami lengkapi dan mudah-mudahan minggu ini segara kami kirim kembali ke kejaksaan," ujar Listyo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (16/6).
Setelah itu, dia menjelaskan, perkembangan perkara pungutan liar dan kekerasan di Depo Greeting Fortune dan Depo Dwipa Kharisma Mitra Jakarta. Polri sudah mengamankan 27 terkait pemalakan dan kekerasan di sana.
"Kita sudah amankan 27 orang tersangka pelaku pemalakan dan kekersan. Dan kami mendapatkan informasih bahwa saat ini kegiatan sopir-sopir tersebut lebih cepat dan lebih lancar," ujar Listyo.
Terkait dengan kebocoran data BPJS Kesehatan, Polri sudah memeriksa 11 orang. Listyo mengatakan, prosesnya akan masih berlanjut. "Kemudian kasus pinjaman online, ini juga pernah viral. Saat ini kami sudah tetapkan lima orang tersangka," ujar Listyo.
Diketahui, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akan mengirim kembali berkas perkara kasus unlawful killing atau tindakan pembunuhan di luar hukum terhadap empat Laskar Front Pembela Islam (FPI) ke kejaksaan. Aparat penegak hukum pun diminta untuk bersikap transparan terkait proses hukum kasus berdarah KM 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek tersebut.
"Kita minta agar proses ini benar-benar serius dan transparan," tegas Pengacara dan Direktur Riset LBH Street Lawyer Habib Ali Alatas saat dikonfirmasi, Rabu (2/5).
Salah satu bentuk transparansi tersebut, kata Ali Alatas, adalah mengungkap apakah ada komando dari atasan atau tidak atas kasus pembunuhan yang menimpa para laskar tersebut. Sementara selama ini pihak penyidik Bareskrim Polri yang mengusut kasus KM 50 ini belum pernah membeberkan apakah para tersangka mendapatkan arahan dari atasanya untuk melakukan unlawful killing.
"Proses peradilan pidana harus terbuka, apalagi nanti bila naik kepengadilan, harus dibuka dan terbuka untuk umum," ujar Ali Alatas.