REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Transaksi elektronik tidak hanya sebagai mediator penjual dan pembeli. Kini transaksi elektronik juga dapat menghubungkan antara kreditur dan debitur dan kini Pinjaman online (pinjol) sedang tren di masyarakat Indonesia.
Bagaimana menurut syariat Islam muamalah utang piutang melalui transaksi elektronik alias pinjol? Peneliti dari rumah Fiqih Jakarta Ustaz Isnan Ansory Lc. M.Ag muamalah utang piutang jelas dilarang atas umat Islam melakukan pinjaman kepada lembaga apapun dan dengan cara (online maupun offline) apapun, jika didalamnya terdapat akad ribawi.
"Yaitu akad hutang piutang dengan penambahan nilai pinjaman dari pokok pinjaman," kata Ustaz Isnan Ansory kepada Republika, Rabu (16/6).
Terlebih lagi kata Ustadz Isnan, jika karena suatu keterlambatan kemudian dibebankan bunga tambahan atas pinjamannya. Maka dalam akad seperti ini, telah terjadi dua dosa riba sekaligus, yaitu riba fadhl dan riba nasi'ah.
Karena bagi setiap muslim hendaknya menghindari akad-akad seperti ini, sembari tetap mengusahakan jalan akad lainnya yang halal. Seperti melalui pinjaman tidak berbunga (al-qordh al-hasan) atau melalui akad mudhorobah (pemberian modal usaha dengan ketentuan bagi hasil atas keuntungan yang didapat).
"Di samping itu, umat juga perlu diedukasi tentang sisi negatif hutang," katanya.
Meskipun berutang tidak dilarang dalam Islam, selama tidak berdasarkan pada akad yang ribawi, namun tetap saja banyak hal yang negatif dalam hutang. Terlebih jika berhutang hanya sekedar untuk memenuhi syahwat gaya hidup yang tidak ditopang dengan kemampuan pelunasan hutang yang logis.
"Jadi ada, dua hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini. Pertama haramnya riba dalam akad hutang piutang, kedua sisi negatif berhutang," katanya