Rabu 16 Jun 2021 15:52 WIB

Jampidsus Belum Ambil Sikap atas Hukuman Pinangki

Pinangki divonis empat tahun penjara lebih rendah dari tuntutan JPU selama 10 tahun.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Pinangki Sirna Malasari
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Pinangki Sirna Malasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) belum memutuskan untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), atau menerima putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang mengurangi masa hukuman penjara terhadap terdakwa korupsi Pinangki Sirna Malasari. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mengatakan, masih ada waktu 14 hari bagi tim penuntutannya, untuk mempelajari hasil banding yang mengurangi hukuman dari 10, menjadi hanya empat tahun terhadap terdakwa mantan jaksa tersebut.

“Saya belum terima salinan putusannya. Saya baru baca di medsos. Nanti kita akan lihat pertimbangan hukumnya seperti apa. Kita pelajari dulu amar putusannya seperti apa,” ujar Ali saat ditemui di gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Rabu (16/6). 

“Yang jelas, kita tetap hormati keputusan pengadilan (tinggi),” sambung Ali. 

Meskipun, dikatakan Ali, ada kabar tentang pengurangan masa hukuman selama enam tahun. “Tetapi tinggi rendahnya hukuman itu kewenangan hakim. Kita hormati keputusan pengadilan,” terang Ali.

Majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, mengabulkan permohonan banding ajuan terdakwa Pinangki Sirna Malasari, Senin (14/6). Dalam putusan banding tersebut, tiga hakim tinggi, mengubah putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta yang menghukum Pinangki, selama 10 tahun, menjadi cuma empat tahun penjara. Putusan banding tersebut, sebetulnya sesuai seperti tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), pada sidang tingat pertama. 

Hakim tinggi, dalam pertimbangannya menyebutkan, hukuman 10 tahun penjara terhadap Pinangki terlalu berat. Alasannya, menurut hakim, karena dikatakan Pinangki selama persidangan tingkat pertama, mengakui kesalahan dan perbuatannya.

“Dan mengatakan, menyesal atas perbuatannya itu,” begitu isi putusan banding, tersebut. Selain itu, Pinangki pun dikatakan hakim tinggi, menerima keputusan disiplin di internal kejaksaan yang memecatnya sebagai jaksa. 

“Oleh karena itu, ia (Pinangki) dapat diharapkan akan berprilaku sebagai warga masyarakat yang baik,” sambung putusan banding. 

Pertimbangan hakim tinggi lainnya, yakni melihat Pinangki sebagai seorang perempuan, yang memilik anak balita. Perannya sebagai ibu dari seorang anak usia empat tahun, menurut hakim tinggi, berat jika harus menjalani hukuman selama 10 tahun penjara. 

“Sehingga layak untuk diberi kesampatan, mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan. Bahwa terdakwa sebagai wanita, harus juga mendapat perhatian, perlindungan, dan perlakuan secara adil,” kata hakim.

Kasus Pinangki, terkait dengan skandal suap dan gratifikasi dalam upaya membebaskan buronan korupsi Djoko Sugiarto Tjandra. Di pengadilan tingkat pertama, Pinangki dinyatakan terbukti, dan bersalah menerima uang senilai 500 ribu dolar AS, atau setara Rp 7,5 miliar dari Djoko Tjandra saat masih menjadi buronan. 

Uang tersebut, diberikan terkait dengan usaha Pinangki, selaku jaksa menyusun proporasal pembebasan Djoko Tjandra, lewat pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA). Selain dituduh menerima suap, dan gratifikasi, Pinangki juga disangka melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement