REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Sepanjang sejarah, sejak Leo III (741) sehingga abad ke-21 ini, kajian orientalis terhadap Alquran selalu diwarnai dengan paradigma Yahudi-Kristen.
Mereka menggunakan metodologi Bibel untuk diterapkan kepada Alquran. Mereka tidak akan menerima kebenaran Alquran. Jika mereka menerima kebenaran Alquran, konsekwensinya mereka akan masuk Islam dan meninggalkan agama mereka yang dengan sangat jelas disalahkan Alquran.
Pendapat-pendapat yang menolak otentisitas Mushaf Utsmani telah dilakukan oleh para ulama sepanjang masa. Abu 'Ubayd, misalnya, pada abad ke-2 H pernah menyatakan, ''Usaha Utsman mengkodifikasi Alquran akan tetap dan sentiasa dijunjung tinggi, karena hal itu merupakan sumbangannya yang paling besar.
Memang dikalangan orang-orang yang menyeleweng ada yang mencelanya, namun kecacatan merekalah yang tersingkap, dan kelemahan merekalah yang terbongkar.'' (Lihat Al Qurthubi, al-Jaami' li Ahkam al-Quran, 1: 84).
Selain itu, Abu Bakr Al Anbari, pada abad ke-3 H telah menulis buku berjudul al-Radd 'ala Man Khaalafa Mushaf Utsmaniy (Sanggahan Terhadap Orang yang Menyangkal Mushaf Utsmani). (al-Qurthubi, 1:5).
Begitu juga dengan Al Qurthubi, pada abak ke-7 H, seorang ahli tafsir berwibawa dan masyhur, dalam mukadimah kitab tafsirnya menyediakan satu bab khusus tentang hujah dalam menyanggah orang yang mencela Alquran dan menyangkal Mushaf Utsmani dengan [dakwaan] adanya penambahan dan pengurangan. (Al Qurthubi, 1:80-86). Begitu juga dengan Prof Azami, pada abad ke-21 ini.
Mus'ab ibn Sa'd menyatakan bahwa tidak seorangpun dari Muhajirin, Ansar, dan orang-orang yang berilmu mengingkari perbuatan Utsman RA. Ali bin Abi Talib menyatakan, ''Seandainya aku yang berkuasa, niscaya aku akan berbuat mengenai mushaf sebagaimana yang Utsman buat.
'' Thabit ibn imarah al-Hanafi menyatakan bahwa ia mendengar dari Ghanim ibn Qis Al Mazni yang menyatakan, ''Seandainya Utsman belum menulis Mushaf, maka manusia akan mulai membaca puisi.'' Selanjutnya, Abu Majlaz mengatakan, ''Seandainya Utsman tidak menulis Alquran, maka manusia kan terbiasa membaca puisi.'' (Lihat karya ibn Abi Daud Sulaiman al-Sijistani, Kitab al-Masahif dan juga karya Abu 'Ubayd, Fadail Alqur'an).
Bahkan Abu Ubayd (224 H), sejak kurang lebih 1.200 tahun yang lalu, telah menghimpun pernyataan beberapa sahabat mengenai Mushaf Utsmani dan menyimpulkan bahwa hukumnya kafir bagi siapa yang mengingkari Mushaf Utsmani. Jadi, para sahabat menyepakati tindakan Utsman untuk menghimpun Alquran. Kesepakatan tersebut juga tercermin di dalam salah satu syarat sahnya sebuah qiraah, yaitu harus sesuai dengan ortografi Mushaf Utsmani. Syarat ini merupakan ijma ulama.