REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pinjaman online (pinjol) kini menjadi tren di masyarakat Indonesia. Meski banyak mudharatnya daripada manfaatnya, pinjol tetap diminati masyarakat Indonesia untuk menyelesaikan kebutuhannya.
"Dalam kasus pinjaman online sudah sangat nampak praktik ini jauh dari garis hukum syariat," kata pakar fikih di rumah fikih Ustadz Ahmad Zarkasih saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (16/6).
Ustadz Ahmad menerangkan, pinjam online dikatakan jauh dari unsur syariat Islam tentu karena ada riba di dalamnya. Menurutnya, tidak tanggung-tanggung, riba yang terkumpul dalam pinjol ini dua riba sekaligus.
"Yakni riba nasiah, yaitu tambahan karena penundaan dan juga riba fadhl, yakni tambahan yang disyaratkan oleh pihak pemberi utang dari nilai pokok utang," katanya.
Jika meminjam Rp 1 juta, peminjam menerima kurang dari Rp 1 juta. Uang pinjaman tersebut pun harus dikembalikan dengan nilai lebih dari Rp 1 juta karena ditambah bunga dan denda keterlambatan.
"Jauh sekali dari konsep memudahkan dan memberikan pertolongan yang mana itulah tujuan utang dalam syariat," katanya.
Riba kedua, pinjol membuat orang mudah meminjam walaupun tanpa kebutuhan yang jelas karena aksesnya cukup mudah. Hal ini jelas tidak sesuai dengan semangat syariat yang seketat mungkin mencegah seorang Muslim untuk gampang berutang.
"Wallahu a'lam," kata Ustaz Ahmad Zarkasih.