Covid-19 Melonjak, Ganjar Minta Kepala Daerah tak Panik
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Karikatur opini | Foto: republika/daan yahya
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, mengatakan lonjakan kasus Covid-19 di Kabupaten Kudus Jawa Tengah disebabkan oleh varian baru B 1617.2 di mana tingkat penularan yang begitu tinggi yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Meski demikian menurutnya setiap kepala daerah tidak perlu panik apabila setiap terjadi lonjakan dan banyaknya permintaan kamar khusus Covid-19 di setiap rumah sakit. Yang perlu dilakukan adalah menyiapkan penambahan lokasi isolasi dan melakukan konsolidasi dan kerja sama dengan berbagai pihak.
"Hasil tes menunjukkan ini varian baru, di mana tingkat penularan sangat tinggi. Beberapa daerah yang masih zona orange, kuning, atau desa yang masih hijau, harus merespons cepat. Kepanikan ini tidak boleh lama, kita lakukan konsolidasi untuk pencegahan," kata Ganjar dalam Webinar yang bertajuk Varian Virus Corona Delta di Kudus, kenali dan tingkatkan kesiapan diri, komunitas dan sistem pelayanan kesehatan, Rabu (16/6).
Ganjar menduga kenaikan jumlah kasus Covid-19 di Kudus terjadi pasca-Lebaran sebab sebelum lebaran hampir seluruh wilayah di Jawa Tengah menunjukkan tren menurun. Namun menurutnya dengan angka kejadian yang sungguh luar biasa di Kudus ini memberi pengalaman bagi setiap kepala daerah agar tetap selalu waspada.
"Pemerintah dan manajemen Rumah Sakit panik bahwa tidak berpikir sebelumnya akan ada gempuran pasien yang begitu banyak. Kita lupa bahwa kita punya jejaring dan kekuatan yang lain. Sebenarnya kita tidak perlu panik,ketika banyak RS yang terpapar dan pasien yang antre mau masuk ke RS. Ke depan seharusnya ada PIC yang mengurusi saat RS penuh maka pasien sebaiknya dipindahkan ke mana," katanya.
Ganjar tidak menyangkal bahwa peningkatan kasus menjadikan politisi dan kepala daerah khawatir bahwa kinerja mereka tidak dianggap menurun karena peningkatan kasus Covid-19 dan gencarnya pemberitaan di media. "Justru semakin banyak kita tahu rakyat kita yang kena dan terpapar, tahu apa yang harus ditangani, lalu melakukan tugas membagi tempat tidur yang kurang," katanya.
Untuk menanggulangi kejadian Covid-19 di Kudus tidak terulang, kata Ganjar pihaknya mendorong RS di Jawa tengah menambah jumlah bed di ICU. Ia menyayangkan masih ada RS yang khawatir untuk membuka dan menambah kamar khusus pasien Covid-19. Selain itu ia juga meminta beberapa Fakultas Kedokteran di berbagai Universitas di Jawa Tengah untuk mengirim dokter magang ke Kudus.
"Hari ini kondisi darurat sehingga kita butuh SDM yang lebih banyak dan lebih cepat. Kita mulai dorong RS sebagai RS khusus tangani covid. Ibarat jika tetangga penuh maka kita ikut membantu. Butuh tindakan yang konkrit jika itu bisa kerjakan sangat bagus. Kita paksa RS untuk menambah dan melakukan konversi kamar," ujarnya.
Webinar yang merupakan hasil kerja sama antara Pusat Kedokteran Tropis FK-KMKM UGM dan Pengurus Pusat Kagama ini juga menghadirkan Pakar virus dari FK-KMK UGM dr Gunadi, mengatakan valrian Delta mendominasi kejadian covid Kudus. "Keluarga menjadi sumber pembentukan kluster di mana terjadi transmisi lokal," katanya.
Menurutnya varian delta ini meningkatkan kemampuan transmisi, mengelabui sistem imun, bahkan varian ini memiliki tingkat transmisi lebih besar sekitar 41-60 persen dibanding varian alfa yang ada di Wuhan. "Varian itu terus berkembang bisa naik atau menurun. Bahkan mampu reinfeksi karena mampu menurunkan respon imun," ungkapnya.
Kejadian lonjakan kasus di Kudus akibat varian delta mampu menurunkan respon imun sejalan dengan dengan usia penderita yang mengalami penurunan respons antibodi jika terinfeksi varian ini.
Sementara Epidemiolog sekaligus Direktur Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM dr Riris Andono Ahmad, mengatakan melonjaknya kasus covid di Kudus tidak lepas dari munculnya varian baru dan tingginya tingkat kerumunan sehingga angka reproduksi virus meningkat tajam. Menurutnya strategi yang paling efektif adalah memisahkan orang sakit atau terinfeksi virus dari populasi untuk mengurangi jumlah virus yang beredar.
Namun yang menjadi kendala selama ini menurutnya adalah kemampuan dalam melakukan testing dan kemampuan melakukan isolasi di daerah yang masih lemah bahkan lokasi Karantina yang masih terbatas. "Jika kemampuan ini sulit maka langkah selanjutnya jika tingkat paparan masih tinggi dengan cara menghentikan mobilitas warga karena virus itu tidak bergerak ke mana- mana namun berasal dari mobilitas warga," katanya.