REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lembaga Biologi Molekuler, Eijkman Prof Amin Soebandrio, mengomentari soal lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi belakangan ini. Ia mengatakan, pembatasan mobilitas masyarakat dan kerumunan menjadi kunci utama dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
"Bagaimana cara menghindari, memutus rantai penularannya, sebetulnya tindakannya sama. Selama kita bisa menghentikan mencegah virus itu loncat dari satu orang ke orang lain itu kita memutuskan rantai penularan," kata Amin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/6).
Agar penularan tidak terjadi terus menerus, Amin memandang Gerakan 5 M penting dilakukan secara disiplin. Gerakan 5 M yang dimaksud yaitu, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilisasi dan interaksi.
Selain itu, herd immunity juga sesegera mungkin harus dicapai. "Karena kita berlomba dengan kecepatan si virus itu bermutasi. Nah, selama kita bisa mencegah virusnya bermutasi itu jalan paling baik," ujarnya.
Selain itu, Amin menilai kecepatan tracing juga dianggap penting dalam memutus penularan Covid-19. Namun, kendalanya saat ini waktu antara kasusnya masuk sampai mendapatkan WGS itu masih sangat panjang.
"Tapi sekarang kita diharapkan dalam waku satu dua minggu kita sudah bisa mendapatkan informasi itu, sehingga masih bisa terkejar. Kecepatan tracing tresting menjadi penting. Tapi kan dalam kenyataannya dari kasus positif sampai PCR itu aja butuh waktu 2-3 hari," jelasnya.
Dirinya juga melihat melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia tidak lepas dari melonjaknya kasus yang terjadi di India. Tidak lama setelah kasus di India meledak, mobilitas manusia selama mudik di Indonesia juga bertambah. Ditambah lagi ada pergerakan eksodus kapal dari india ke indonesia.
"Walaupun kita belum punya bukti secara ilmiah mengaitkan satu sama lain tapi kalau dilihat dari kejadiannya satu setelah lainnya, dan juga dari virus yang kita temukan kemungkinan ada hubungan di antara dua peristwa itu," ungkapnya.