REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian Covid-19 Delta yang pertama kali terdeteksi di India, dilaporkan WHO, kini sudah ditemukan di lebih dari 80 negara. Menurut ahli epidemiologi dan peneliti senior di Federasi Ilmuwan Amerika, Eric Feigl-Ding, strain ini sangat berisiko karena penyebarannya sangat cepat.
"Saya pikir varian ini akan mengalami lonjakan di wilayah yang divaksinasi lebih rendah," kata dia dikutip The Hill, Kamis (17/6).
Dia melanjutkan, peningkatan varian tersebut akan terus terjadi di berbagai wilayah dan negara dengan tingkat vaksinasi yang rendah. Hal serupa juga dikatakan oleh juru bicara Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Strain Delta bisa menyebabkan penyakit yang lebih parah.
Namun demikian, vaksin kata dia, menjadi satu-satunya cara yang paling efektif untuk melindungi diri. "Dua dosis vaksin mRNA efektif melawan varian ini dan varian lain yang saat ini beredar di Amerika Serikat," kata juru bicara CDC sebelumnya kepada The Hill.
Sebagai informasi, strain delta, yang awalnya terdeteksi di India, diperkirakan sekitar 60 persen lebih menular daripada strain alfa yang terdeteksi sebelumnya di Inggris. Di AS, sekitar 10 persen yang terkena infeksi Covid-18, diperkirakan berasal dari varian tersebut. Lebih jauh, di Inggris Raya (UK) varian delta dilaporkan telah menjadi strain utama, yang menjadikan peningkatan sekitar 60 persen dari kasus Covid-19-nya.