REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Junta Myanmar mendakwa mantan kepala vaksinasi Covid-19 Htar Htar Lin dengan pengkhianatan tingkat tinggi.
Media lokal Myanmar Now melaporkan Htar Htar Lin bersiap untuk bergabung dalam Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) setelah militer Myanmar melakukan kudeta. Sebagai pejabat terkenal, dia berharap tindakannya tersebut dapat mendorong orang lain untuk melawan rezim kudeta.
Akan tetapi, sebelum ia mengumumkan keputusannya dan bersembunyi pada 7 Februari, ada uang 161 juta Kyat (sekitar Rp 1,4 miliar) di rekening pemerintah untuk imunisasi yang harus ditangani. Apabila uang tersebut jatuh ke tangan junta, itu akan bertentangan dengan upaya aktivis menghentikan sumber pendanaan rezim kudeta.
Menurut salah satu rekannya, Dokter Htar Htar Lin mendistribusikan dana tersebut kepada departemen kesehatan lokal di seluruh Myanmar. Rekannya itu menambahkan Htar Htar Lin mengembalikan uang yang tidak dapat didistribusikan kepada pendonor.
Sejak saat itu, Htar Htar Lin menjadi orang yang paling diburu rezim kudeta, hingga tertangkap saat bertemu temannya yang juga seorang dokter di kawasan Yangon pada minggu lalu. Pasukan junta kemudian menggerebek rumah Htar Htar Lin dan menyita telepon, komputer, dan perangkat lainnya.
Pasukan junta ikut menahan suami Htar Htar Lin dan membuatnya menandatangani perjanjian di kantor polisi Kotapraja Dagon. Suami Htar Htar Lin dibebaskan, akan tetapi dua jam setelah itu, otoritas rezim kembali melakukan penangkapan.
“Suaminya, anaknya (yang berusia tujuh), dan anjing mereka diambil,” kata teman dari Htar Htar Lin, dikutip dari Myanmar Now, Kamis.
Keberadaan anggota keluarga Htar Htar Lin tersebut saat ini tidak diketahui.