REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Hukum Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, AH Azharuddin Lathif memberi penjelasan tentang kripto dalam perspektif syariah. Dia mengatakan, muamalah itu pada dasarnya dibolehkan selama tidak ada dalil atau petunjuk yang mengharamkannya.
Kaidahnya yakni 'Al-ashlu fi al-muamalati al-ibahah hatta yadullu al-daliilu ala tahrimiha'. Artinya, hukum asal muamalah itu boleh sampai ada dalil atau petunjuk yang mengharamkan. Lantas bagaimana dengan kripto?
"Apa petunjuk yang menyebabkan kripto haram? Yaitu ketika kripto dijadikan sebagai ajang spekulasi karena volatilitas yang tinggi sehingga berpotensi menimbulkan gharar, bahaya, dan risiko atau kerugian," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (17/6).
Karena itu, Azharuddin menyampaikan, mayoritas ulama saat ini memang tidak membolehkan kripto karena dijadikan ajang spekulasi dan faktor volatilitas yang tinggi. Kaidahnya yaitu segala sesuatu yang berpotensi menimbulkan gharar, kerugian, dan risiko, itu harus dihilangkan.
"Ketika menjadi ajang spekulasi, orang terus mengintip kapan saatnya naik dan turun. Sementara perilaku seperti ini menimbulkan kerugian salah satu pihak yang bertransaksi," ujar direktur Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Institute itu.
Lalu apa bedanya dengan saham dan jenis perdagangan lain? Bukankah semua perdagangan punya unsur spekulasi? Azharuddin menjelaskan, semua perdagangan tentu memiliki unsur spekulasi tetapi tidak tinggi. Saham pun demikian, ada unsur spekulasi tetapi rendah karena volatilitas dalam saham bisa dikendalikan.
"Ketika naik-turunnya saham di luar kendali, bursa efek bisa turun tangan untuk mengendalikan. Kalau kripto, itu enggak ada. Ini bedanya. Jadi memang semua bisnis pasti ada spekulasi, bisa untung bisa rugi. Tetapi tingkat risikonya tidak setinggi kripto, yang memang tidak ada lembaga pengendali, hanya pasar saja," terangnya.
Namun, Azharuddin menambahkan, tidak menutup kemungkinan kripto suatu saat bisa menjadi halal ketika berbagai hal yang dilarang, misalnya unsur spekulasi yang menimbulkan kerugian, itu bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan.
"Kripto itu sangat memungkinkan suatu saat bisa halal ketika hal-hal yang dilarang itu bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Misalnya saham, ulama-ulama dulu mengharamkan, tetapi setelah muncul regulasi yang menjamin transaksi di pasar saham bisa berjalan dengan teratur, akhirnya dibolehkan. Yang belum dibolehkan sampai saat ini adalah forex karena spekulasinya itu. Uang memang boleh diperjual-belikan, tetapi sebagai ajang spekulasinya-lah yang tidak boleh," ucapnya.
Menurut Azharuddin, jika ada orang yang tetap ingin berinvestasi di kripto, maka harus diketahui bahwa potensi naik-turun harga aset kripto sangat tinggi sehingga pasti tidak akan aman dijadikan investasi.
"Unsur spekulasinya tinggi karena tingginya volatilitas sehingga untuk investasi sebetulnya tidak pas. Kalau emas, volatilitasnya rendah, sehingga untuk investasi itu aman," tuturnya.