Jumat 18 Jun 2021 06:57 WIB

Lingkaran Setan Lonjakan Kasus Covid-19

Pemerintah meyakini lonjakan kasus Covid-19 lebih disebabkan mobilitas Lebaran.

Pekerja berjalan melintasi terowongan Kendal, di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per hari Kamis (17/6) menyebutkan kasus positif COVID-19 bertambah 12.624 orang sehingga total menjadi 1.950.276 orang, sementara kasus pasien sembuh COVID-19 bertambah 7.350 orang sehingga total menjadi 1.771.220 orang, untuk kasus meninggal akibat COVID-19 bertambah 277 jiwa sehingga totalnya menjadi 53.753 jiwa.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Pekerja berjalan melintasi terowongan Kendal, di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per hari Kamis (17/6) menyebutkan kasus positif COVID-19 bertambah 12.624 orang sehingga total menjadi 1.950.276 orang, sementara kasus pasien sembuh COVID-19 bertambah 7.350 orang sehingga total menjadi 1.771.220 orang, untuk kasus meninggal akibat COVID-19 bertambah 277 jiwa sehingga totalnya menjadi 53.753 jiwa.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati, Dessy Suciati Saputri, Febrianto Adi Saputro

Kenaikan 12.624 kasus positif Covid-19 pada Kamis (17/6) mengembalikan Indonesia dalam suasan mencekam, persis seperti masa pasca-Lebaran tahun lalu. Penambahan kasus positif kemarin sekaligus menjadi yang tertinggi selama hampir lima bulan terakhir.

Baca Juga

Laporan kasus harian yang lebih tinggi dari kemarin tercatat terakhir terjadi pada 30 Januari 2021 dengan 14.518 kasus dalam sehari. Sebagai informasi angka kasus pada 30 Januari itu merupakan rekor tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia.

Relawan Covid-19 yang juga seorang dokter, Tirta Mandira Hudhi, menilai peningkatan kasus ini selalu terjadi berulang semenjak 2020 lalu. “Jadi kalau dari kami melihat yang terjadi di Mei, Juni ini seperti lingkaran setan yang akan terjadi kembali. Saya dan kawan-kawan perkirakan Juli nanti turun,” ujar Tirta, saat berbicara di Konferensi Virtual FMB9 bertema 'Jangan Lelah Jangan Lengah, Tetap Disiplin Prokes', Kamis (17/6).

Tirta juga memperkirakan lonjakan kasus ini juga akan kembali hingga vaksinasi Covid-19 telah mencapai 70 persen. "Kalau saya sih sudah memprediksi sama kawan-kawan paling nanti Juli turun, nanti Agustus naik, September turun, nanti November naik, Desember turun, akhir Desember naik, begitu saja terus. Sampai nanti cakupan vaksinasi 70 persen,” ujarnya.

Untuk mengatasinya Tirta mengatakan ada tiga hal yang harus dicermati. Pertama, mau tidak mau pemerintah harus menyiapkan fasilitas kesehatan di daerah Jawa Tengah. Upaya tersebut dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Menurut Tirta, edukasi tentang Covid-19 bukan dari dokter lagi, namun bisa dari kader-kader kesehatan.

“Itu bukan dari kita, bukan dari dokter lagi, edukasi dari kader-kader kesehatan sudah ada di los pelayanan terpadu (Posyandu). Ia menjelaskan posyandu dibuat tahun 1980 yang digunakan untuk edukasi mengenai imunisasi dan untuk mencegah stunting. Nah, otomatis kader-kader kesehatan ini harus ditingkatkan untuk meningkatkan kesadaran-kesadaran mengenai kesehatan terutama penyakit infeksius itu Covid-19, DBD dan thypoid. Jadi peningkatan kesadaran melalui kader kesehatan,” katanya.

Kedua, kata Tirta adalah hoax buster. “Hoax buster ini sedang saya usulkan ke Kementerian Kesehatan. Jadi selama ini kalau aku itu Kemenkominfo cenderung mengklarifikasinya setelah H+3, H+4, sedangkan yang kita membutuhkan waktu itu yang bisa 2 jam selesai. Sehingga, hoaks yang di group WA bisa diklarifikasi," katanya.

Ketiga adalah banyak pejabat-pejabat yang memiliki kebijakan tidak realistis. Ia menyontohkan menyemprot disinfektan di jalanan yang tidak berpengaruh banyak dalam mengatasi penularan Covid-19. Tirta menambahkan selain menyadarkan protokol kesehatan, juga harus dibuat kebijakan yang juga relevan.

"Jadi gini selain kita harus sadar bahwa protokol ini harus selalu ditingkatkan melalui kader kesehatan, kita juga harus sadar banyak kebijakan-kebijakan yang sangat-sangat tidak relevan. Yang paling-paling sakit kritis itu adalah penyemprotan disinfektan di jalanan itu tidak nyambung sama sekali,” ujarnya.

Pemerintah masih meyakini bahwa lonjakan kasus Covid-19 selama dua pekan terakhir disebabkan terutama oleh tingginya mobilitas warga saat libur Lebaran yang lalu. Pernyataan pemerintah ini merespons kekhawatiran apakah ada andil masuknya beberapa varian baru Covid-19 terhadap kenaikan kasus signifikan akhir-akhir ini.

"Peningkatan penularan yang terjadi pada saat ini menurut kami sudah jelas kaitannya dengan mobilitas penduduk dan kerumunan terkait dengan Lebaran. Karena polanya sama dengan saat libur panjang tahun lalu," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Kamis (17/6).

Wiku menambahkan, tren penambahan kasus Covid-19 harian sempat menurun sejak akhir Februari hingga pertengahan Mei 2021, tepatnya menjelang Lebaran. Namun setelah libur Lebaran terlewati, seiring dengan pulihnya kapasitas testing, angka Covid-19 kembali menanjak.

"Perlu dipahami, sejak awal Februari hingga pertengahan Mei kasus di Indonesia menurun dan BOR rata-rata 30 persen. Itu kondisi yang cukup ideal dalam waktu yang lama. Namun setelah libur Lebaran naik, sesuai dengan kalkulasi terkait libur panjang," kata Wiku.

Terkait kaitan antara lonjakan kasus dengan temuan varian mutasi Covid-19, termasuk varian Delta dari India, Wiku mengaku belum bisa memberikan penjelasan lebih rinci. Hal itu, hubungan sebab-akibat dari masuknya mutasi Covid-19 dengan lonjakan kasus, perlu menunggu hasil pemetaan dengan whole genome sequencing secara lengkap.

"Perlu penelitian lebih jauh untuk mengaitkan antara peningkatan kasus dengan varian baru," katanya.

Satu hal yang perlu dipahami masyarakat, ujar Wiku, baik varian Covid-19 yang sudah lebih lama bertransmisi di Indonesia atau varian baru, sama-sama berbahaya. Wiku pun meminta masyarakat tetap menjaga kedisiplinan protokol kesehatan untuk menekan penularan virus.

Titik yang menjadi kekhawatiran adalah angka kesembuhan pasien Covid-19 pada pekan ini yang mengalami penurunan sebesar 6,9 persen. Seharusnya, kata dia, terjadinya peningkatan kasus juga harus selalu dibarengi dengan peningkatan kesembuhan.

“Untuk kesembuhan sangat disayangkan di minggu ini terjadi penurunan kesembuhan sebesar 6,9 persen,” ujar Wiku.

Kendati demikian, Satgas mencatat lima provinsi dengan angka kesembuhan tertinggi, yakni Jawa Tengah naik 2.209 kasus, DKI Jakarta naik 2.200 kasus, Kepulauan Riau naik 1.956 kasus, Jambi naik 489 kasus, dan DIY naik 429 kasus.

Selain kasus kesembuhan, Satgas juga melaporkan perburukan penambahan kasus positif. Pada pekan ini, lonjakan kasus positif terjadi cukup signifikan yang mencapai 38,3 persen. Peningkatan kasus ini dikontribusikan oleh DKI Jakarta yang naik 7.132 kasus, Jawa Tengah naik 4.426 kasus, Jawa Barat naik 2.050 kasus, DIY naik 973 kasus, dan Jawa Timur naik 939 kasus.

Sedangkan kasus meninggal tercatat naik sebesar 4,9 persen. Wiku mengatakan, meskipun angka kasus meninggal ini terhitung rendah, namun seharusnya angka kematian dapat terus ditekan setiap minggunya.

Kenaikan kasus meninggal ini dikontribusikan oleh Jawa Timur naik 43 kasus, Sumatera Barat naik 24 kasus, Aceh naik 24 kasus, DIY naik 13 kasus, dan Sumatera Utara naik 12 kematian.

“Sangat disayangkan bahwa perkembangan di minggu ini sangat tidak diharapkan mengingat kita sempat mengalami penurunan kasus mingguan pada minggu lalu,” ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement