REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, lembaga penegak hukum tersebut, termasuk dirinya tidak mengetahui adanya materi soal tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menanyakan memilih Alquran atau Pancasila.
Gufron menegaskan, tidak tahu-menahu soal TWK yang menjadi kontroversi itu. Masalah itu mencual setelah petugas yang mengetes pegawai KPK dalam rangka peralihan status menjadi ASN, melontarkan pertanyaan untuk memilih salah satu antara Alquran dan Pancasila.
"KPK dan saya tidak tahu tentang materi soalnya, metode dan bagaimana mekanisme evaluasinya, semuanya kami pasrahkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN)," kata Ghufron usai memberikan keterangan di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (17/6).
Oleh sebab itu, lanjut dia, terkait detail apakah ada materi yang menanyakan memilih Alquran atau Pancasila, Ghufron tak bisa meresponnya. Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Komnas HAM, Ghufron menegaskan, tidak ditanyakan perihal materi yang menanyakan memilih Alquran atau Pancasila.
Ghufron mengatakan, TWK merupakan prosedur untuk menguji pemenuhan syarat mengenai tentang kesetiaan Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) UUD 1945, dan pemerintahan yang sah."Itu tool-nya TWK, dan yang melaksanakan BKN," kata dosen Universitas Negeri Jember (Unej) itu.
Kemudian yang menentukan memenuhi syarat atau tidak, sambung dia, juga berdasarkan asesor yang ditunjuk oleh BKN. Setelah itu, barulah KPK mendiskusikan hasil tes.
Terkait adanya pernyataan Presiden Jokowi agar tes wawasan kebangsaan tidak dijadikan dasar memberhentikan pegawai yang tidak lulus tes, Ghufron mengatakan, pimpinan KPK telah berusaha memperjuangkannya. Namun, BKN memiliki landasan pasal 69 C yang mengatakan dapat diangkat menjadi pegawai negeri sipil merujuk kepada peraturan perundang-undangan.
"Jadi ketentuan undang-undang yang mensyaratkan harus harus memenuhi syarat TWK," ujar Ghufron.