Jumat 18 Jun 2021 08:02 WIB

Pimpinan KPK tak Tahu Soal Pilih Alquran atau Pancasila

Menurut Ghufron, TWK prosedur uji kesetiaan Pancasila, NKRI, dan pemerintah yang sah.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron berjalan usai dimintai keterangan di gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (17/6).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron berjalan usai dimintai keterangan di gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (17/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, lembaga penegak hukum tersebut, termasuk dirinya tidak mengetahui adanya materi soal tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menanyakan memilih Alquran atau Pancasila.

Gufron menegaskan, tidak tahu-menahu soal TWK yang menjadi kontroversi itu. Masalah itu mencual setelah petugas yang mengetes pegawai KPK dalam rangka peralihan status menjadi ASN, melontarkan pertanyaan untuk memilih salah satu antara Alquran dan Pancasila.

"KPK dan saya tidak tahu tentang materi soalnya, metode dan bagaimana mekanisme evaluasinya, semuanya kami pasrahkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN)," kata Ghufron usai memberikan keterangan di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (17/6).

Oleh sebab itu, lanjut dia, terkait detail apakah ada materi yang menanyakan memilih Alquran atau Pancasila, Ghufron tak bisa meresponnya. Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Komnas HAM, Ghufron menegaskan, tidak ditanyakan perihal materi yang menanyakan memilih Alquran atau Pancasila.

Ghufron mengatakan, TWK merupakan prosedur untuk menguji pemenuhan syarat mengenai tentang kesetiaan Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) UUD 1945, dan pemerintahan yang sah."Itu tool-nya TWK, dan yang melaksanakan BKN," kata dosen Universitas Negeri Jember (Unej) itu.

Kemudian yang menentukan memenuhi syarat atau tidak, sambung dia, juga berdasarkan asesor yang ditunjuk oleh BKN. Setelah itu, barulah KPK mendiskusikan hasil tes.

Terkait adanya pernyataan Presiden Jokowi agar tes wawasan kebangsaan tidak dijadikan dasar memberhentikan pegawai yang tidak lulus tes, Ghufron mengatakan, pimpinan KPK telah berusaha memperjuangkannya. Namun, BKN memiliki landasan pasal 69 C yang mengatakan dapat diangkat menjadi pegawai negeri sipil merujuk kepada peraturan perundang-undangan.

"Jadi ketentuan undang-undang yang mensyaratkan harus harus memenuhi syarat TWK," ujar Ghufron.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement