REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mencatat rata-rata kerugian akibat bencana di Indonesia sebesar Rp 22,85 triliun. Adapun rata-rata kerusakan berasal dari gempa bumi, kebakaran, dan banjir.
Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara (PRKN) Kementerian Keuangan Heri Setiawan mengatakan setidaknya ketiga bencana alam besar tersebut menjadi penyumbang terbesar atau sekitar 76,7 persen.
“Tapi memang bencana besar Indonesia luas jenis bencana banyak dan berbarengan besar-besar skalanya,” ujarnya dalam keterangan resmi seperti dikutip Jumat (18/6).
Heri merinci bencana Tsunami di Aceh pada 2015 menjadi bencana penyumbang terbesar kerugian negara sebesar Rp 51,4 triliun. Selanjutnya bencana Gempa Yogyakarta pada 2006 sebesar Rp 29,15 triliun, bencana Gempa Padang pada 2009 sebesar Rp 28,5 triliun, Gempa dan Tsunami Sulteng pada 2018 sebesar Rp 23,1 triliun, dan gempa NTB pada 2018 sebesar Rp 18,2 triliun.
Lalu kebakaran hutan dan lahan pada 2015 sebesar Rp 16,1 triliun, banjir DKI Jakarta pada 2007 sebesar Rp 5,18 triliun, dan erupsi Gunung Merapi pada 2010 sebesar Rp 3,63 triliun.
“Kalau kita bicara bencana alam, memang ini tidak bisa hanya pemerintah saja. Pemerintah APBN itu sudah menyiapkan,” ucapnya.
Sementara itu, Peneliti Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan menambahkan skema mitigasi pembiayaan untuk kebutuhan bencana alam peran swasta menjadi penting. Sebab, pemerintah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan kerugian material maupun non material.
“Kenapa perlu dukungan semua pihak. Sebenarnya pemerintah yang lakukan selama ini udah cukup baik cuma kapasitas pemerintah menanggulangi bencana terbatas. jadi setiap tahun ada gap 78 persen yang harus dipenuhi pemerintah kapasitas pemerintah terbatas, harus ada partisipasi swasta,” ucapnya.