Jumat 18 Jun 2021 14:31 WIB

IDAI: Sekolah Tatap Muka Belum Aman Digelar

Sekolah tatap muka boleh dilakukan dengan syarat transmisi lokal sudah terkendali.

Rep: gumanti awaliyah/ Red: Hiru Muhammad
Petugas menyemprotkan disinfektan di ruang kelas SD Kenari 08 Pagi, Jakarta, Jumat (18/6/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk menghentikan sementara proses uji coba sekolah tatap muka karena lonjakan kasus COVID-19 dalam sepekan terakhir pascalibur lebaran.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Petugas menyemprotkan disinfektan di ruang kelas SD Kenari 08 Pagi, Jakarta, Jumat (18/6/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk menghentikan sementara proses uji coba sekolah tatap muka karena lonjakan kasus COVID-19 dalam sepekan terakhir pascalibur lebaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan agar sekolah tatap muka terbatas, yang sedianya akan digelar Juli 2021, ditunda. Ketua umum IDAI Prof Aman Pulungan menegaskan, pelaksanaan sekolah tatap muka belum aman digelar, mengingat saat ini lonjakan kasus Covid-19 semakin tajam.

“Melihat peningkatan kasus Covid-19 saat ini, saya tegaskan bahwa sekolah tatap muka masih belum aman dan sangat berisiko bagi anak,” kata Prof Aman dalam konferensi pers virtual, Jumat (18/6).

Prof Aman menjelaskan, sekolah tatap muka boleh dilakukan dengan syarat transmisi lokal sudah terkendali yang ditandai dengan positivity rate atau laju penularan kurang dari 5 persen. Tak hanya itu, angka kematian akibat Covid-19 juga harus menurun.

Namun kenyataannya, saat ini kasus Covid-19 mengalami peningkatan yang tinggi. Sejak 13 hingga 16 Juni 2021, angka positivity rate yang diperiksa dengan metode PCR mencapai 30 persen lebih. Pada 13 Juni positivity rate PCR sebesar 33,91 persen, lalu 14 Juni sebesar 30,17 persen, 15 Juni sebesar 37,61 persen dan 16 Juni sebesar 35,62 persen.

“Syarat pertama lihat positivity rate dulu. Ini berlaku untuk semua daerah, karena kami tetap menganggap bahwa zona hijau, merah itu nggak ada. Jadi tolong lah kita memang harus melihat ini secara bijaksana,” kata Prof Aman.

Dia kemudian mengungkap syarat lain yang penting dipenuhi sebelum kebijakan sekolah tatap muka dilaksanakan. Yakni memperbanyak laboratorium yang bisa mendeteksi varian baru Covid-19, mengingat hingga kini jumlah laboratorium yang bisa melakukan pemeriksaan whole genome sequencing di Indonesia baru 17.

“Satu hal yang ingin saya tambahkan. Laboratorium kita tidak banyak yang bisa mendeteksi genome sequencing untuk varian baru. Dan yang varian baru ini cepat sekali menyebarnya. Kita tidak tahu, dua-tiga hari sakit, tiba-tiba orang muda itu meninggal. Bisa jadi karena varian baru. Jadi ketika sekolah mau dibuka, kita harus memastikan ada Lab yang bisa mendeteksi itu,” tegas Prof Aman.

Sebelumnya, pemerintah melalui surat keputusan bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 menyatakan bahwa sekolah harus mulai membuka opsi tatap muka mulai Juli 2021.

SKB itu ditandatangani oleh Mendikbud-ristek Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Dalam surat itu tertuang setiap sekolah wajib memberikan layanan belajar tatap muka terbatas setelah seluruh pendidik dan tenaga kependidikan menerima vaksin Covid-19. Selain itu, sekolah juga harus menerapkan protokol kesehatan dengan jumlah murid hanya 50 persen dari total.Pelaksanaan sekolah tatap muka terbatas juga harus melalui persetujuan tiap orang tua atau wali.

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement