REPUBLIKA.CO.ID, oleh Shabrina Zakaria, Antara
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor pada Ahad (13/6) secara resmi menyerahkan hibah lahan untuk pembangunan rumah ibadah kepada Majelis Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Pengadilan Bogor. Penyerahan hibah lahan tersebut membuat proses penyelesaian sengketa GKI Yasmin memasuki babak baru setelah berpolemik selama sekitar 15 tahun.
Diketahui, lokasi hibah lahan untuk pembangunan rumah ibadah terletak di Jalan KH Abdullah Bin Nuh, Kelurahan Cilendek Barat, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Lahan yang dihibahkan seluas 1.668 meter persegi.
Banyak proses yang sudah dilalui oleh pihak terkait sampai akhirnya proses hibah lahan direalisasikan. Paling tidak ada 30 pertemuan resmi, dan 100 lebih pertemuan informal yang digelar untuk mencari ujung penyelesaian konflik.
"Hari ini menjadi bukti bahwa negara hadir untuk menjamin hak yang harus didapatkan oleh seluruh jemaat GKI Pengadilan. Hari ini adalah realisasi dari komitmen dan janji Pemkot untuk menuntaskan persoalan kebutuhan rumah ibadah bagi saudara-saudara kita di GKI Pengadilan dengan semangat pemenuhan hak kerukunan dan kedamaian," kata Bima Arya, Ahad (13/6).
Bima Arya menuturkan, selama 15 tahun terdapat pendekatan dialogis menjadi bukti yang bisa dibanggakan. Menurutnya, tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan dengan pihak atau unsur manapun.
“Saling menghargai, memelihara kesejukan dan kekeluargaan adalah kata kunci. Hasil ini juga adalah hasil kerja sama dari semua pihak. Sejak 15 tahun yang lalu, proses hibah yang hari ini dijalankan tidak mungkin terjadi tanpa dukungan warga di Kelurahan Cilendek Barat dan dukungan, kerja keras seluruh unsur Forkopimda," katanya.
Bima Arya juga mengapresiasi dukungan dan kinerja yang dilakukan Tim 7. Dalam kasus GKI Yasmin, Pemkot Bogor juga berkoordinasi dengan Kantor Staf Presiden (KSP), Kemenag, Kemenkopolhukam, Kemendagri, Komnas HAM, Ombudsman, Setara Institute, serta organisasi lain yang peduli terhadap hak masyarakat sipil dan kebebasan beragama.
Ketua Majelis Jemaat GKI Pengadilan Bogor, Krisdianto mengatakan, dalam pengadaan tempat ibadah gereja ini GKI mengutamakan kehadiran kasih dan damai sejahtera. Baik bagi umat pengguna tempat ibadah maupun masyarakat sekitar.
“GKI sangat menjunjung tinggi kearifan lokal sehingga tidak hanya mempertimbangkan aspek hukum. Namun, aspek kekeluargaan dengan warga sekitar. Oleh karena itu GKI menyambut baik inisiasi Pemkot Bogor yang memberi solusi dengan menghibahkan lahan di Cilendek Barat karena ikhtiar menjajaki upaya membangun gereja di area Yasmin dengan berbagai pertimbangan saat ini sudah tidak memungkinkan lagi,” ucapnya.
Menurut Krisdianto, hibah lahan yang diberikan Pemkot Bogor merupakan bentuk kehadiran negara memfasilitasi warga dalam menyelesaikan masalah. Untuk itu, pihaknya juga mengucapkan terima kasih kepada Pemkot Bogor dalam mencari solusi atas permasalahan ini.
“Ini wujud nyata bahwa warga Bogor memiliki toleransi dan saling menghargai dalam menunaikan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. GKI berkomitmen untuk menjaga komunikasi yang baik ini serta tali silaturahmi sehingga terjalin hubungan yang harmonis antar umat beragama,” ucapnya.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas lewat keterangan resminya, Selasa (15/6) menyatakan, ikut bersyukur Pemkot Bogor telah menyelesaikan persoalan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Kota Bogor dengan memberikan hibah lahan.
"Syukur Alhamdulilah," kata Yaqut Cholil Qoumas.
Menurut Yaqut, hibah lahan Pemkot Bogor untuk pembangunan gereja di lokasi berbeda adalah solusi sekaligus menandai selesainya persoalan rencana pendirian rumah ibadah GKI Yasmin yang telah bergulir selama 15 tahun. Yaqut mengingatkan, jika ke depannya masih ada selisih pendapat di internal jemaat agar segera diselesaikan dengan menjadikan agama Kristen sebagai inspirasi penyelesaian.
"Kami harapkan jemaat GKI Yasmin selanjutnya bisa beribadat dengan dengan lebih tenang," katanya.
Adapun, Kantor Staf Presiden (KSP) menilai, penyelesaian sengketa pendirian GKI Yasmin di Kota Bogor yang telah berlangsung selama 15 tahun harus dijadikan momentum memperkuat toleransi. Mengingat, jalan penyelesaian sengketa selama ini dilalui dengan tidak mudah.
"Penyelesaian sengketa GKI Yasmin harus dijadikan momentum memperkuat toleransi dan hidup berdampingan antarkelompok sosial," ujar Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani, Rabu (16/6).
Jaleswari mengatakan, para pihak yang bersengketa saat ini telah menemukan solusi dengan proses yang tidak mudah. Penyelesaian ini juga mendapat dukungan dari MUI Kota Bogor dan FKUB Kota Bogor.
"Kesepakatan yang telah dicapai dalam penyelesaian sengketa antarpihak yang berkepentingan patut dihormati dan diapresiasi," ujarnya.
Menurutnya, kesepakatan tersebut merupakan solusi dan ikhtiar yang tidak mudah karena berlangsung tidak kurang 15 tahun dan menguras energi bukan saja para pihak yang bersengketa tetapi juga para pegiat HAM, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Pusat. Apalagi, penyelesaian melalui jalur litigasi tidak membawa hasil yang maksimal seperti halnya kasus-kasus sengketa lainnya.
Oleh karena itu, KSP menekankan penyelesaian sengketa GKI Yasmin harus dijadikan momentum memperkuat toleransi dan hidup berdampingan antarkelompok sosial sehingga memperkuat sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini juga akan menguatkan kembali kehidupan beragama di Kota Bogor yang toleran.
"Penghormatan, perlindungan dan toleransi beragama merupakan prasyarat tercapainya perdamaian dan persatuan bangsa," tegasnya.