REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta kabupaten/kota menyediakan tempat karantina untuk penanganan Covid-19. Hal ini dikatakan mengingat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) di rumah sakit rujukan saat ini sudah mencapai 75 persen.
Sultan menyebut, kenaikan BOR menjadi 75 persen ini terjadi hanya dalam satu pekan di DIY. Lonjakan kasus harian terkonfirmasi positif Covid-19 yang bahkan di atas 500 per harinya merupakan pemicu naiknya BOR di 27 rumah sakit rujukan penanganan Covid-19.
"Kita kemarin itu sudah 36 persen (BOR), sekarang sudah 75 persen hanya dalam waktu satu pekan. 500 kasus terus begini kan tidak mungkin, mau tidak mau kabupaten/kota harus sediakan tempat karantina," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (18/6).
Karantina secara mandiri pun akan diketatkan, mengingat penularan Covid-19 di DIY didominasi di lingkungan keluarga dan tetangga. Jika kondisi rumah tidak memungkinkan untuk melakukan karantina, kata Sultan, maka tidak diperbolehkan untuk karantina mandiri.
"Karantina pun kita ketatkan, karantina kalau tidak punya toilet tidak boleh karantina di rumah. Harus dikarantina di tempat yang kita sediakan, kita juga sudah memasukkan dalam APBD agar dimungkinkan kabupaten/kota bikin tempat karantina," ujarnya.
Pihaknya juga sudah bicara dengan pemerintah kabupaten/kota terkait penyediaan tempat karantina ini. Sehingga, pihaknya baru akan mendengar keputusan dari masing-masing kabupaten/kota, Senin (21/6) nanti.
Selain itu, untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19 saat ini, lockdown menjadi satu-satunya cara yang dipertimbangkan oleh DIY. Pasalnya, sudah tiga hari ini kasus terkonfirmasi positif di DIY di atas 500 kasus per hari.
Menurutnya, penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro tidak berjalan efektif di masyarakat. Padahal, PPKM mikro ini mengatur pencegahan Covid-19 mulai dari tingkat terbawah yakni tingkat RT/RW.
"Satu-satunya cara ya lockdown, kita kan sudah bicara PPKM mikro, kan sudah bicara penanganan (mulai) di RT/RW, padukuhan. Kalau itu pun gagal dan mobilitasnya seperti ini, mau apalagi ya lockdown," jelasnya.