REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Keberadaan Sungai Ciliwung tidak hanya bisa memberikan stigma kumuh dan rawan banjir. Lahan yang berada di tepiannya kerap dimanfaatkan warga sekitar bahkan bisa menjadi destinasi wisata alternatif.
Di ujung Jalan Eretan 2, RT 02/01, Kelurahan Balekambang, Condet, salah satunya. Lahan seluas berkisar tiga ribu meter persegi tersebut dimanfaatkan oleh sekelompok warga yang menamakan diri Komunitas Memanah Tanjungan (Kometa) sebagai tempat latihan memanah. Di lahan yang berbentuk tanjung (itulah alasan dinamakan Tanjungan) tersebut, Kometa memfasiitasi warga untuk memanah baik panahan standar ataupun tradisional.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana ikut merasakan serunya memanah di Kometa. Bersama para staf dan pejabat setempat, Iwan mencoba membidik sasaran yang tersedia. Meski beraktivitas di luar ruangan, mereka tetap menjalankan protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan mengenakan masker. “Sebenarnya kawasan ini sudah dijaga oleh warga yang tinggal disini. Mereka mencoba memanfaatkan lahan yanga sudah ada, “ujar Iwan di sela kunjungannya ke Kometa di Jalan Eretan 2, RT 02/01, Balekambang, Jakarta, belum lama ini.
Tidak hanya itu, Iwan menjelaskan, Kometa bisa menjadi sarana bermain untuk anak. Di tempat ini, anak-anak di lingkungan sekitar bisa bermain gobak sodor bahkan panahan. Mereka pun bisa terbebas dari ancaman kecanduan gadget. Menurut Iwan, Kometa juga bisa menjadi tujuan wisata untuk masyarakat luas. Banyak komunitas sepeda yang menjadikan Kometa sebagai objek mereka. Seperti diketahui, Condet menjadi salah satu objek wisata yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta. Lewat SK Gubernur No 881 Tahun 2019, Gubernur Anies Baswedan bahkan membentuk Tim Percepatan Penataan dan Pengembangan Kawasan Condet Sebagai Destinasi Wisata.
Lahan yang dimanfaatkan Kometa sebenarnya sudah dibebaskan oleh Pemprov DKI Jakarta. Iwan menjelaskan, pemanfaatan lahan untuk aktivitas masyarakat sebenarnya menggambarkan konsep naturalisasi Sungai Ciliwung yang diusung Gubernur Anies Baswedan. Lewat naturalisasi, jelas Iwan, habitat dan ekosistem sungai tidak dihancurkan akibat pembangunan beton. Naturalisasi justru menjadikan ekosistem sungai tersebut sebagai penyangga untuk menahan arus banjir. “Saat banyak pohon di pinggir sungai seperti ini maka banjir akan bisa dicegah sementara aktivitas masyarakat juga bisa berjalan,”jelas dia.
Ketua Kometa Heru Prianto menjelaskan, Kometa dibentuk untuk menyalurkan minat masyarakat yang ingin berolahraga panahan dengan harga murah di ruang terbuka. Bagi mereka yang berminat, Kometa menyediakan fasilitas panahan berupa alat panah dan fasilitatornya. “Harganya murah cuma Rp 15.000 per jam,”ujar dia.
Mereka yang datang berombongan juga bisa memesan makanan tradisional khas betawi. Pihak Kometa menyediakan pesor, sayur asam, hingga kulit ninjo dan bir pletok yang sudah sulit ditemukan.