REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inisiator LaporCovid-19, Ahmad Arif, mengatakan Indonesia sedang menghadapi krisis di mana kapasitas rumah sakit penuh tetapi mobilitas warga masih tinggi tanpa protokol kesehatan ketat di tengah pertambahan kasus Covid-19 yang melonjak. Dia menilai hal ini sebagai cerminan inkonsistensi kebijakan penanganan Covid-19.
"Kita tidak melihat adanya sense of crisis sebenarnya yang ditunjukkan oleh pemimpin kita, jadi kita seperti perang tapi tanpa panglima," ujar Arif dalam konferensi pers daring, Ahad (20/6).
Dia mengatakan, tidak adanya kepemimpinan yang tegas dan jelas di tengah krisis multidisiplin ini. Bahkan saat rumah sakit hampir kolaps sekarang, terlihat kebijakan yang inkonsistensi antarkementerian/lembaga.
Arif menuturkan, ada kementerian yang mempromosikan pembatasan mobilitas warga dan protokol kesehatan, tetapi ada kementerian lain yang justru mendorong mobilitas masyarakat. Dia mengaku khawatir pemerintah tidak merasakan penderitaan masyarakat saat ini yang kesulitan mencari rumah sakit.
Beberapa relawan LaporCovid-19 yang berprofesi sebagai dokter harus lembur membantu warga yang membutuhkan fasilitas kesehatan tetapi sebagian gagal karena kapasitas kebanyakan rumah sakit sudah penuh. "Saya khawatir para pejabat yang menyuruh wisata tetap jalan atau menentang pembatasan dan mengizinkan hajatan seperti yang dilakukan bupati Banjarnegara itu mungkin sudah merasa aman," tutur dia.
Di sisi lain, terjadi kegagalan program bantuan sosial (bansos) yang membuat sebagian orang terpaksa bekerja di luar rumah dengan penuh risiko. Lalu program vaksinasi Covid-19 juga belum maksimal, seperti masih banyaknya kelompok rentan dan lanjut usia yang belum divaksin.
Dia tidak menampik ada faktor lain yang membuat kasus Covid-19 meningkat, seperti sejumlah masyarakat yang masih tidak percaya Covid-19, tidak menerapkan protokol kesehatan, dan menolak vaksin. Namun, dia menilai hal ini juga akibat kegagalan komunikasi pemerintah.
Menurut Arif, pemerintah tidak transparan dalam menginformasikan data mengenai Covid-19, seperti tingkat risiko Covid-19 dan data kematian akibat Covid-19 di sebagian daerah. Padahal, data yang transparan menjadi kunci penting bagi pemahaman dan respons warga.
"Masyarakat ini seperti menghadapi Covid dengan peta buta, tidak mengetahui dan menyadari tingginya risiko yang ada di sekitar," kata Arif.