REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Dana Internasional Pengembangan Agrikultural (IFAD) menyoroti risiko yang bisa ditimbulkan dari kesenjangan infrastruktur digital. Kondisi itu bisa memicu gelombang kemiskinan jutaan keluarga pedesaan di seluruh dunia.
Badan PBB yang berbasis di Roma, Italia, itu membeberkan adanya peningkatan besar-besaran migran yang mengirim uang melalui transfer digital selama pandemi Covid-19. Sayangnya, jutaan keluarga pedesaan berjuang untuk mengakses layanan perbankan seluler.
Transfer digital lebih murah dibandingkan transfer tunai tradisional sehingga lebih diminati. Layanan mobile banking juga memberikan kesempatan bagi para migran dan keluarga mereka di negara asal mereka untuk mengakses produk keuangan yang terjangkau.
Pengiriman uang seluler meningkat 65 persen sejak tahun lalu, naik menjadi 12,7 miliar dolar AS. Perubahan itu didorong oleh kebijakan lockdown yang membatasi saluran informal pengiriman uang.
Terlepas dari resesi ekonomi global akibat pandemi, para migran terus mengirim uang ke rumah untuk keluarga mereka. Remitansi pada 2020 mencapai 540 miliar dolar AS, hanya turun 1,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, di banyak negara, orang yang tinggal di daerah pedesaan terpencil memiliki sedikit akses lokal ke layanan perbankan atau konektivitas seluler. Agen yang menawarkan layanan uang seluler seperti pembayaran tunai juga terbatas.
Penyedia layanan uang seluler lazimnya hanya berlokasi di pusat kota. Ini berarti jutaan orang miskin di pedesaan harus melakukan perjalanan jauh ke kota besar atau kecil untuk menerima uang, seringkali dengan biaya yang signifikan.
Presiden IFAD, Gilbert F Houngbo, menyerukan lebih banyak investasi dalam infrastruktur digital dan layanan seluler di negara-negara berkembang. Tujuannya, untuk memastikan keluarga pedesaan tidak tertinggal.
"Pemerintah dan sektor swasta perlu segera berinvestasi dalam infrastruktur digital pedesaan untuk mengatasi hal ini," ujar Houngbo, dikutip dari laman The Cattle Site, Ahad (20/6).
Sejak Maret 2020, IFAD telah memimpin Gugus Tugas Komunitas Remitansi Global yang terdiri dari 41 organisasi internasional, badan antarpemerintah, kelompok industri dan sektor swasta, serta jaringan organisasi diaspora.
Gugus Tugas mengembangkan langkah-langkah konkret untuk merangsang digitalisasi di pasar pengiriman uang. Hal tersebut menjadi upaya untuk memacu pemulihan dan ketahanan keluarga migran di seluruh dunia.