Senin 21 Jun 2021 07:54 WIB

UE: Negosiasi Nuklir Terus Berjalan Setelah Pemilu Iran

Iran dan enam kekuatan dunia menunda pembicaraan nuklir di Wina pada Ahad (21/6).

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Faslitas Nuklir Iran.
Foto: google.com
Faslitas Nuklir Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borell mengatakan, terpilihnya Ebrahim Raisi sebagai presiden tidak akan menghentikan negosiasi untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir 2015. Borell mengatakan, kesepakatan itu dapat membuat Timur Tengah lebih aman dan membawa penduduk Iran dalam situasi yang lebih baik.

"Kami telah menginvestasikan banyak modal politik, jadi saya berharap hasil pemilu tidak akan menjadi kendala terakhir yang akan merusak proses negosiasi. Sejauh yang saya tahu, ini tidak akan terjadi," ujar Borrell.

Baca Juga

Raisi yang merupakan kepala peradilan ultra-konservatif, mengumpulkan 17,92 juta suara dalam pemilihan Jumat (18/6), dan mengalahkan tiga saingannya dengan kemenangan telak. Menurut Kementerian Dalam Negeri, jumlah pemilih adalah 48,8 persen atau terendah dalam sejarah Iran.

Iran dan enam kekuatan dunia yaitu Amerika Serikat, Rusia, China, Prancis, Inggris, dan Jerman menunda pembicaraan nuklir di Wina pada Ahad (21/6). Borrell, yang bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif di Turki pada Jumat mengatakan, dia tetap optimis negosiasi nuklir akan terus berlanjut. Zarif mengatakan, pembicaraan nuklir telah mendekati kesepakatan sebelum Raisi terpilih menjadi presiden. 

"Kami seharusnya meninggalkan kantor pada pertengahan Agustus, dan saya pikir ada kemungkinan bagus kami dapat mencapai kesepakatan sebelum pertengahan Agustus. Saya berpikir (masalah yang tersisa) dapat diatasi," ujar Zarif.

Zarif menggambarkan Raisi sebagai orang yang masuk akal. Menurut Zarif, di bawah pemerintahan Raisi kebijakan luar negeri Iran yang berdasarkan konsensus akan terus berlanjut. Raisi mendukung pembicaraan nuklir sebagai upaya untuk membatalkan sanksi AS yang telah merugikan ekonomi Iran.

Pada 2018, mantan Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik Washington dari perjanjian nuklir 2015 dengan Iran dan menerapkan sanksi ekonomi. Ketika itu, Trump berupaya menekan Iran, dengan tujuan untuk mengekang kegiatan nuklir Iran. 

Presiden AS Joe Biden ingin AS kembali ke kesepakatan tersebut. Pembicaraan antara Iran dan kekuatan Barat untuk menghidupkan kembali pakta tersebut telah berlangsung di Wina.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement