REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Amnesty International dan Human Rights Watch mengatakan, terpilihnya Ebrahim Raisi sebagai presiden baru Iran merupakan pukulan bagi hak asasi manusia. Mereka menyerukan agar ada penyelidikan atas peran Raisi yang terlibat dalam eksekusi di luar hukum terhadap ribuan tahanan politik pada 1988.
Iran tidak pernah mengakui eksekusi massal dan Raisi tidak pernah secara terbuka membahas tuduhan tentang perannya. Beberapa ulama mengatakan pengadilan itu adil, dan memuji penghapusan oposisi bersenjata pada awal revolusi Islam 1979.
"Kami terus menyerukan agar Ebrahim Raisi diselidiki atas keterlibatannya dalam kejahatan masa lalu dan yang sedang berlangsung di bawah hukum internasional, termasuk oleh negara-negara yang menjalankan yurisdiksi universal," ujar Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard.
Hal yang sama juga disuarakan oleh Wakil Direktur Timur Tengah Human Right Watch, Michael Page. Dia mengatakan, pihak berwenang Iran membuka jalan bagi Ebrahim Raisi untuk menjadi presiden melalui penindasan dan pemilihan yang tidak adil.
"Sebagai kepala Kehakiman yang represif Iran, Raisi mengawasi beberapa kejahatan paling keji dalam sejarah Iran baru-baru ini, yang pantas diselidiki dan dipertanggungjawabkan daripada pemilihan jabatan tinggi," ujar Page.
Raisi yang merupakan kepala peradilan ultra-konservatif, mengumpulkan 17,92 juta suara dalam pemilihan Jumat (18/6), dan mengalahkan tiga saingannya dengan kemenangan telak. Menurut Kementerian Dalam Negeri, jumlah pemilih adalah 48,8 persen atau terendah dalam sejarah Iran.
Raisi adalah seorang garis keras yang berada di bawah sanksi oleh Amerika Serikat (AS). Dia merupakan seorang kritikus keras negara-negara Barat. Dia berada di bawah sanksi AS karena dugaan keterlibatan dalam eksekusi tahanan politik beberapa dekade lalu.
"Jika terpilih, Raisi akan menjadi presiden Iran pertama yang dikenai sanksi sebelum dia menjabat, dan berpotensi dikenai sanksi saat menjabat," kata analis Jason Brodsky, dilansir al-Arabiya.
Brodsky mengatakan, fakta itu dapat mengkhawatirkan Washington dan Iran liberal, terlebih fokus tajam Presiden AS Joe Biden adalah hak asasi manusia secara global.
Raisi adalah seorang tokoh tingkat menengah dalam hierarki ulama Muslim Syiah Iran. Raisi diangkat oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei sebagai kepala kehakiman pada 2019. Beberapa bulan kemudian, AS menjatuhkan sanksi kepada Raisi atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk eksekusi tahanan politik pada 1980-an dan penindasan kerusuhan pada 2009.