REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Epidemiolog Universitas Gagjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad mengatakan, menghentikan mobilitas menjadi satu-satunya cara untuk mengendalikan lonjakan Covid-19 di DIY. Pengendalian itu bisa berupa lockdown, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maupun pembatasan lainnya.
"Peningkatan penularan ini kaitannya dengan mobilitas yang tinggi dan satu cara untuk menurunkan dan mengendalikan penularan ketika penularan sudah cukup tinggi yakni menghentikan mobilitas," kata Riris di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (21/6).
Riris menegaskan, penghentian mobilitas menjadi hal esensial untuk mengurangi penularan yang sudah melonjak di DIY. Lonjakan kasus di Yogya di atas 400-600 kasus per harinya dalam sepekan lebih terakhir.
Ia mencontohkan, pengurangan mobilitas masyarakat di awal pandemi Covid-19 cukup signifikan dalam mengendalikan penyebaran Covid-19. Namun, ketika mobilitas saat ini mulai meningkat, lonjakan kasus Covid-19 juga terjadi.
"Secara epidemiologi menurunkan mobilitas, ukurannya disitu. Mau lockdown atau PSBB atau pada awal pandemi tidak ada istilah itu, tapi bagaimana masyarakat itu bisa diminta tidak melakukan mobilitas. Awal pandemi kita punya work from home, school from home, stay at home, kalau itu dilakukan secara konsisten itu bisa menurunkan (penularan Covid-19)," ujarnya.
Setidaknya, penghentian mobilitas ini dilakukan selama dua kali periode infeksi. Dia mengatakan, perlu tiga pekan untuk menghentikan mobilitas agar terjadi penurunan kasus Covid-19 yang signifikan khususnya di DIY.
"Sekitar tiga pekan itu akan bisa menurunkan penularan secara cukup bermakna. Bukan berarti penularannya hilang semua, tapi itu seharusnya menurunkan angka penularan yang bermakna," jelasnya yang juga Anggota Tim Perencanaan Data dan Analisis Satgas Penanganan Covid-19 DIY tersebut.