REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Surat kabar pro-demokrasi Hong Kong Apple Daily mungkin akan berhenti beroperasi setelah 26 Juni. Hal itu tercantum dalam memo internal surat kabar tersebut. Harian itu akan tutup bila dewan memutuskannya dalam rapat Jumat (25/6).
Pada akhir pekan lalu, polisi menggerebek kantor surat kabar itu dalam penyelidikan pelanggaran undang-undang keamanan nasional. Salah satu petinggi koran itu ditangkap atas dakwaan 'berkolusi dengan negara asing' dan aset tiga perusahaan yang terhubung dengan surat kabar itu juga dibekukan.
Pada Senin (21/6), penasihat pemilik perusahaan induk Apple Daily yakni Next Digital yang saat ini dipenjara, Jimmy Lai mengatakan surat kabar itu terpaksa ditutup 'dalam hitungan hari'. "Pada Jumat dewan akan memutuskan apakah (perusahaan) akan terus beroperasi," kata memo internal tersebut.
"Bila pada Jumat mendatang dewan memutuskan untuk tidak melanjutkan operasi, daring akan berhenting mengunggah berita pada pukul 23.59 di hari itu, surat kabar akan berhenti beroperasi pada edisi 26 Juni," tambah memo tersebut.
Perusahaan akan 'mengakomodasi' semua pengunduran diri'. Polisi mengatakan mereka menduga puluhan artikel Apple Daily telah melanggar undang-undang keamanan nasional yang baru. Itu pertama kalinya pihak berwenang mengatakan artikel di media berpotensi melanggar undang-undang tersebut.
Pada Sabtu (19/6) lalu, pemimpin redaksi Ryan Law dan chief executive officer Cheung Kim-hun ditahan atas dakwaan berkolusi dengan negara asing dan jaminannya ditolak. Tiga orang petinggi lainna juga ditangkap pada Kamis (17/6) tapi dibebaskan untuk penyelidikan lebih lanjut.
Tiga perusahaan terkait Apple Daily didakwa berkolusi dengan negara asing. Pihak berwenang Hong Kong membuka aset tiga perusahaan itu yang sebesar 2,3 juta dolar AS.
Negara-negara Barat, organisasi hak asasi manusia dan asosiasi pers telah mengecam penggerebekan dan penangkapan Apple Daily. Begitu pula dengan juru bicara komisi hak asasi manusia PBB.
Pejabat Hong Kong dan China mengatakan kebebasan pers tidak dapat dijadikan 'tameng' bagi mereka yang melakukan kejahatan. Mereka juga menyebutkan kritikan tersebut sebagai tindak 'campur tangan'.
Sejak Lai ditangkap atas dakwaan undang-undang keamanan nasional tahun lalu, Next Digital terus ditekan pemerintah Hong Kong. Lai yang asetnya juga dibekukan saat ini berada di penjara karena terlibat dalam unjuk rasa tak berizin.