REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) mengajukan permohonan sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN) atas perubahan kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Papua, terhadap Presiden Republik Indonesia. Keduanya meminta, MK memerintahkan presiden untuk menghentikan sementara seluruh tahapan pembahasan revisi UU Otsus sampai adanya putusan final.
"Iya harus ada putusan sela," ujar Ketua MRP Timotius Murib saat dihubungi Republika, Senin (21/6).
Ketentuan Pasal 77 UU Otsus Papua menyebutkan, usul perubahan atas UU ini dapat diajukan oleh rakyat Papua melalui MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) kepada DPR atau pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Namun, usulan revisi UU Otsus yang sekarang sedang dibahas datang dari pemerintah pusat secara sepihak, bukan MRP yang disebut memiliki kewenangan tersebut
Murib mengaku, MRP maupun MRPB sudah melakukan kegiatan rapat dengar pendapat untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan otsus Papua selama 20 tahun dengan melibatkan seluruh komponen orang asli Papua (OAP). Dari rapat itu, MRP dan MRPB memperoleh gambaran bersama mengenai keberhasilan dan kegagalan otsus dalam menjaga jati diri dan pemenuhan hak-hak dasar OAP serta menentukan pilihan bersama kebijakan yang tepat untuk nasib OAP.
Keduanya menilai, dari 24 kewenangan yang diberikan UU Otsus Papua, hanya empat kewenangan yang dapat dilaksanakan. Empat kewenangan yang dimaksud antara lain pembentukan DPRP, pembentukan MRP sebagai representasi kultur OAP, syarat kepala daerah adalah OAP, dana otsus, serta peraturan daerah khusus yang dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan MRP, meskipun tidak konsisten.