REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin Covid-19 yang berasal dari perusahaan China, Sinopharm, akan digunakan dalam skema vaksin gotong royong atau program yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Vaksin ini menjadi salah satu dari beberapa vaksin yang masuk ke Indonesia dan diharapkan dapat membantu Indonesia menanggulangi pandemi.
Lalu, apa saja yang perlu diketahui mengenai vaksin Covid-19 Sinopharm? Guru Besar Fakultas Farmasi UGM sekaligus mantan pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Zullies Ikawati mengatakan, Sinopharm menggunakan metode yang sama dengan Sinovac dalam mengembangkan vaksin Covid-19.
Metode tersebut, yakni menggunakan platform berupa virus yang diinaktivasi. Sinovac juga merupakan produsen vaksin dari China dan vaksinnya sudah lebih dahulu digunakan di Indonesia.
Dalam uji klinis di Uni Emirat Arab (UEA), efektivitas vaksin Sinopharm mencapai 78 persen. Vaksin ini dapat digunakan pada populasi usia 18 tahun sampai lanjut usia (lansia).
Zullies mengatakan, karena memiliki platform yang sama dengan vaksin Sinovac, potensi efek samping vaksin Sinopharm juga mirip. Ia mengatakan, frekuensi kejadian efek samping dari penggunaan vaksin Sinopharm adalah 0,01 persen atau terkategori sangat jarang.
Kendati demikian, tetap ada efek samping yang mungkin timbul dari vaksin Sinopharm. Zullies mengatakan, efek samping yang ditemukan di antaranya berupa nyeri-nyeri atau kemerahan di tempat suntikan dan efek samping sistemis berupa sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, diare, dan batuk.
“Efek-efek samping ini biasanya segera membaik dan umumnya tidak memerlukan pengobatan,” ujar Zullies dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id pada Senin (21/6).
Zullies mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan efek samping vaksin Covid-19 dari Sinopharm. Secara umum, ia mengatakan, hasil evaluasi uji klinis yang melibatkan ribuan orang di berbagai negara menunjukkan manfaat vaksin jauh melebihi risiko efek sampingnya.
Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) secara umum bersifat ringan sampai sedang dan bersifat individual. Adanya KIPI juga menunjukkan bahwa vaksin sedang bekerja di tubuh seseorang.
“Namun, jika ada KIPI yang dirasa berat, segera saja dilaporkan kepada kontak yang sudah diberikan untuk bisa segera mendapatkan penanganan,” kata Zullies.
Selain ditangani, KIPI juga akan dievaluasi oleh Komite KIPI terkait dengan hubungan kausalitasnya dengan vaksin. Dengan demikian, ini bisa menjadi data yang berharga dalam program vaksinasi.