Selasa 22 Jun 2021 09:00 WIB

Tanda Awal Parkinson yang Perlu Diwaspadai

Ada beberapa pasien parkinson mengalami gejala yang berlawanan.

Rep: Puti Almas/ Red: Nora Azizah
Ada beberapa pasien parkinson mengalami gejala yang berlawanan.
Foto: care2
Ada beberapa pasien parkinson mengalami gejala yang berlawanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Parkinson menjadi penyakit dengan gejala seperti tremor, gangguan gerakan, penurunan kognitif, kesulitan berbicara, kelelahan, dan banyak lainnya. Termasuk salah satu yang rentan muncul di awal adalah kekakuan atau kelambatan otot, yang terlihat dari ekspresi watah.

Para ahli mengatakan kekakuan di sekitar pipi dan mulut yang terjadi di masa pandemi saat ini mungkin sebagai akibat penggunaan masker yang sangat sering. Namun, bukan tidak mungkin sebenarnya ini adalah tanda awal parkinson yang harus diwaspadai oleh setiap individu.

Baca Juga

Dilansir Best Life Online, Selasa (22/6), ada perubahan di bagian bawah mata seseorang yang bisa menjadi tanda sangat awal dari parkinson. Gejala di mata ini disebut dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan meningkatkan ketidaknyamanan dari waktu ke waktu.

Salah satu perubahan itu adalah saat mata berkedip. Selama ini, refleks berkedip mungkin menjadi hal yang jarang diperhatikan.

Para ahli mengatakan biasanya kecepatan berkedip yang stabil adalah sekitar 16 hingga 18 kali per menit. Namun, bagi orang dengan parkinson, kecepatan ini dapat melambat secara substansial karena perubahan otot dan akhirnya membuat gangguan penglihatan.

“Masalah bisa datang dari kesulitan menggerakkan mata dan kelopak mata, serta masalah berkedip dan mata terasa kering,” ujar Elliot Perlman, neorang dokter mata di American Parkinson’s Disease Association (APDA).

Sebagian besar kondisi tersebut menurut Perlman timbal dari parkinson itu sendiri. Sementara, yang lain mungkin disebabkan oleh obat-obat yang diperlukan untuk mengatasi penyakit ini.

Seseorang mengembangkan parkinson ketika  neuron dopamin atau dopaminergik di area substansia nigra otak menghilang. Sistem dopamin memainkan peran penting dalam fungsi otot dan fisiologi motorik.

Namun, beberapa ahli percaya bahwa penurunan tingkat kedipan mata lebih dari sekadar akibat kelambatan atau kekakuan otot karena kekurangan dopamin. Ini mungkin sebenarnya adalah cara tubuh untuk mencoba meningkatkan paparan cahaya seseorang, yang pada gilirannya membantu tubuh mengembangkan lebih banyak dopamin.

Sebuah studi yang diterbitkan di International Journal of Neuroscience menjelaskan bahwa berkedip membantu mengatur paparan terang-gelap, yang membantu menyesuaikan produksi melatonin dan dopamin. Penurunan dari berkedip dapat mencerminkan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan paparan cahaya, mengurangi produksi melatonin dan akhirnya meningkatkan fungsi dopamin.

Berkedip dengan kecepatan normal merupakan bagian penting dari kesehatan mata karena membantu mendistribusikan kembali air mata ke permukaan mata. Tanpa redistribusi konstan, air mata cepat menguap, menyebabkan permukaan mata menjadi kering dan menyakitkan. Akibatnya, beberapa orang mengalami sensasi terbakar yang terkait dengan gejala ini.

Selain itu, ada kemungkinan sensasi benda asing, seperti ada sesuatu yang tersangkut di mata terjadi. Seiring waktu, ini dapat menurunkan penglihatan seseorang dan menyebabkan kesulitan membaca dan fungsi mata lainnya.

Menurut para ahli, air mata buatan dapat membantu meringankan gejala ini pada pasien parkinson, termasuk penglihatan kabur dan ketidaknyamanan mata.  Hal sebaliknya juga bisa terjadi pada pasien penyakit ini.

Meski tidak umum, ada beberapa pasien parkinson mengalami gejala yang berlawanan. Diantaranya adalah berkedip berlebihan, yang dikenal sebagai blepharospasm.

Mereka yang menderita blepharospasm dapat berkonsultasi dengan dokter mata atau neuro-oftalmologi, yang dapat menyuntikkan toksin botulinum di otot sekitar mata setiap tiga sampai empat bulan sekali. Perawatan yang dilakukan oleh spesialis gangguan gerakan ini dikenal sangat efektif dalam memperlambat laju kedipan dan meningkatkan fungsi mata.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement