REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Situs Warisan Dunia pada Selasa mengusulkan agar Great Barrier Reef dimasukkan ke dalam daftar kategori "dalam bahaya" kelestariannya. Usulan tersebut memicu kemarahan dari Australia yang mengatakan telah dikejutkan dengan langkah itu.
Australia menyalahkan intervensi politik terhadap Great Barrier Reef. Komite Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB, yang berada di bawah Unesco, mengatakan bahwa sistem terumbu karang terbesar di dunia itu perlu dimasukkan ke dalam daftar tersebut akibat dampak dari perubahan iklim.
Australia telah berupaya untuk menjaga Great Barrier Reef agar tetap berada di luar daftar "Dalam Bahaya" selama bertahun-tahun. Pada tahun 2015, Unesco mencatat prospek buruk atas gugusan terumbu karang itu, namun statusnya tetap tidak berubah.
Sejak saat itu, para ilmuwan mengatakan Great Barrier Reef telah mengalami tiga kali pemutihan karang atau coral bleaching besar-besaran akibat gelombang panas laut yang parah. Menteri Lingkungan Hidup Australia, Susan Ley, mengatakan, Canberra meyakini bahwa tak akan ada rekomendasi terkait gugusan terumbu karang yang merupakan atraksi pariwisata besar dan menyokong ribuan pekerjaan itu dari PBB sebelum bulan Juli.
Ley menyebut bahwa Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne telah berbicara semalaman dengan Direktur-Jenderal Unesco, Audrey Azoulay.
"Keputusan ini salah. Jelas bahwa ada politik di baliknya," ujarnya.
Ley tidak menjelaskan lebih lanjut, namun seorang sumber pemerintah mengatakan Canberra meyakini bahwa China bertanggung jawab di tengah hubungan yang memburuk antara kedua negara. Para pejabat China menikmati kekuasaan yang kuat di tiga komite, sementara seorang anggota parlemen China menjabat sebagai ketua Komite Warisan Dunia, kata sumber itu.