REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tim Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur membongkar kasus jual beli ijazah palsu melalui media sosial. Dari kasus tersebut, polisi menangkap dua orang tersangka, yakni MW (32), warga Desa Lajing, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan, dan BP (26), warga Jalan Kedinding Lor, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, Surabaya
"Manipulasi atau pemalsuan ijazah itu dijual melalui media sosial (medsos) seperti Facebook, Instagram, dan juga Whatshapp," kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol. Gatot Repli Handoko di Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa (22/6).
Gatot mengungkapkan, kasus penjualan ijazah palsu tersebut terdeteksi Tim Siber Polda Jatim sekitar Mei 2021. Tersangka mengaku, menjalankan aksi tersebut demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. "Kedua tersangka melakukan aktivitas ilegal ini mengaku untuk memenuhi kebutuhan ekonomi," ujar Gatot.
Wadir Reskrimsus Polda Jatim, AKBP Zulham menambahkan, ada sembilan jenis produk yang dibuat kedua tersangka, dengan variasi harga yang berbeda beda. Misalnya untuk ijazah SD dipatok harga Rp 500 ribu. Kemudian untuk ijazah SMP dihargai Rp 700 ribu, ijazah SMA/SMK Rp 800 ribu, ijazah S1 Rp 2 juta, dan ijazah S2 Rp 2,5 juta.
"Tersangka ini juga memalsukan KTP dengan harga Rp300 ribu, KK Rp300 ribu, akta kelahiran Rp 250 ribu, dan sertifikat pelatihan satpam Rp 500 ribu,” kata Zulham.
Zulham menyebut, kedua tersangka menjalankan aksinya sejak 2019, dan mengaku telah meraup keuntungan sebesar Rp 86 juta. Modusnya, kedua pelaku menawarkan kepada orang-orang yang ingin mendapatkan pekerjaan dengan syarat-syarat tertentu.
Kemudian, kata Zulham, tersangka menerangkan kepada korban untuk memesan ijazah palsu, cukup menelpon tersangka BP. Caranya, cukup dengan mengirimkan nama serta gelar yang diinginkan.
"Dari pengembangan pemeriksaan, saat ini petugas sedang melacak orang-orang yang menggunakan jasa kedua pelaku," kata dia.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 35 Jo Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 263 Jo Pasal 55 KUHP. Adapu ancaman hukumannya 12 tahun penjara.