IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan Ekonomi Indonesia yang mensejahterakan dalam konteks keadilan sosial dan kemakmuran merata masih jauh dari harapan. Padahal hal ini telah diatur dalam UUD 45 Pasal 33 yang juga buah pemikiran Wakil Presiden pertama Indonesia Mohammad Hatta atau Bung Hatta.
Kritik kebijakan ekonomi saat ini dinilai masih sangat relevan, terutama bila mengkomparasikan dengan buah pemikiran Bung Hatta dalam tulisan tulisannya terkait bagaimana seharusnya kebijakan ekonomi Indonesia. Hal inilah yang dilakukan LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) dalam diskusi virtual "Bedah Pemikiran Bung Hatta: Kemakmuran dan Keadilan Sosial", Selasa (22/6).
Ketua Dewan Pengurus LP3ES, Didik J. Rachbini mengungkapkan di dalam konstitusi UUD 45 sangat banyak buah pemikiran Bung Hatta didalamnya. Mulai dari pembukaan UUD 45, hingga Pasal 33. "Saya mencatat setidaknya ada delapan dimensi atau aspek tentang Kesejahteraan Sosial atau Kesejahteraan Umum ide Bung Hatta dalam UUD 45," papar Didik J. Rachbini.
Diantaranya, jelas Didik, aspek Kedaulatan Rakyat, pasal 1 ayat 2, pasal 11 ayat 2 itu Perlindungan Rakyat. Kemudian pasal 23 ayat 1 itu Keuangan Negara, pasal 27 tentang Penyediaan Pekerjaan dan Penghidupan Rakyat. Kemudian Jaminan Kesejahteraan Sosial, Pendidikan dan Kesehatan, termasuk juga soal Pengelolaan Kekayaan Alam di dalam pasal 33 dan 34 UUD 1945.
"Itu semua pasal pasal yang didalamnya pengaruh ide Bung Hatta sangat besar, dan uraiannya dari seluruh tentang Kesejahteraan Umum itu ada di buku ide pemikiran Bung Hatta, Kemakmuran dan Keadilan Sosial ini," jelas Didik yang juga sekaligus Rektor Universitas Paramadina ini.
Kesimpulannya, tegas dia, banyak implementasi kebijakan ekonomi saat ini yang ternyata masih jauh dari cita cita luruh pendiri bangsa ini, khususnya Bung Hatta. Contohnya dimensi Kedaulatan Ekonomi, saat ini bukan di tangan rakyat Indonesia. Kalau dimensi politik saat ini kekuatan sudah di tangan rakyat, menurut Didik, itu berbeda 180 derajat dengan kebijakan dimensi ekonomi bangsa ini.
"Sampai sekarang rakyat belum isa berdaulat atas kekuatan ekonomi di negaranya sendiri. Semua kebijakan ekonomi dalam negeri masih dipengaruhi oleh pasar global dan kekuatan asing," imbuhnya.
Akibatnya, papar dia, Indonesia menjadi negara dengan gap ekonomi yang paling lebar diantara beberapa negara dunia ketiga lainnya. Artinya kebijakan ekonomi yang ada saat ini masih membuat mereka yang kaya tetap menjadi kaya, dan yang miskin tetap menjadi miskin. Disinilah, kritik Didik, bahwa Kesejahteraan, Kemakmuran dan Keadilan Sosial yang diidam-idamkan Bung Hatta dalam konstitusi belum diimplementasikan secara utuh.