REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatatkan realisasi insentif tenaga kesehatan di daerah sebesar 5,7 persen dari total anggaran senilai Rp 7,6 triliun. Adapun pencairan ini hanya sebesar Rp 442 miliar per Juni 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, beberapa daerah mulai menunjukkan kecepatan penyaluran insentif di atas rata-rata nasional. Namun, realisasi pencairan insentif belum ada yang mencapai 20 persen pada pertengahan tahun ini.
"Insentif tenaga kesehatan dari total anggaran Rp 7,6 triliun yang terealisasi baru Rp 442 miliar atau 5,7 persen," ujar Sri saat Rapat Kerja Nasional ke-XIII Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) seperti dikutip Rabu (23/6).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dari 34 provinsi persentase pencairan insentif terbesar berada di Nusa Tenggara Timur yakni 14,87 persen atau Rp 32,4 miliar dari alokasi Rp 218,03 miliar. Sedangkan persentase pencairan insentif terendah berada di Sulawesi Tenggara yakni 0,12 persen atau Rp 320 juta dari alokasi Rp 274,26 miliar.
Maka itu dia meminta pencairan dipercepat untuk membantu para tenaga medis di berbagai daerah yang kini menghadapi peningkatan kasus Covid-19.
"Ini sudah Juni mendekati Juli sudah hampir separuh 2021. Kita berharap anggaran-anggaran ini bisa segera diakselerasikan. Apalagi melihat saat ini jumlah kenaikan kasus juga semakin meluas," ungkapnya.
Tak hanya pencarian insentif, Sri Mulyani juga mencatat belanja dana alokasi umum/dana bagi hasil (DAU/DBH) khusus untuk dukungan vaksinasi masih rendah. Tercatat dari total Rp 6,46 triliun yang dianggarkan, yang terealisasi baru sebesar Rp 285,19 miliar atau 4,41 persen.
Ada daerah yang realisasinya sangat kecil dalam hal ini Jawa Tengah dimana belanja vaksinasi itu baru 0,91 persen. Sedangkan ada daerah cukup tinggi seperti DKI Jakarta sudah merealisasikan 18,9 persen.