REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kolaborasi kebangsaan untuk kerja sama dalam bidang pangan, ekonomi, pendidikan dan kesehatan di Kantor MUI, Selasa (22/6). Tujuan dari kolaborasi ACT dan MUI ini untuk penguatan umat, bangsa dan negara.
Ketua Dewan Pembina ACT, Ahyudin, mengatakan dalam situasi seperti sekarang yang terdampak pandemi Covid-19, wakaf salah satu yang bisa digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan umat, bangsa dan negara ini.
Ia mengatakan, ACT punya seratus lebih program keumatan, contohnya program wakaf ekonomi produktif yang memiliki empat program, salah satunya wakaf pangan produktif. "Mengapa pangan dulu, saya kira semua paham, dampak pandemi yang paling signifikan secara global yaitu pangan," kata Ahyudin kepada Republika di MUI, Selasa (22/6).
Ia mengingatkan, bangsa manapun di dunia yang berdaulat dengan pangan atau bisa menguasai pangan, maka akan bisa menguasai dunia. Sekarang di negeri ini nampak pengangguran semakin banyak dan ekonomi ambruk. Setidaknya, ACT membantu dalam hal urusan pangan untuk bangsa ini.
Ia menjelaskan, yang sedang ACT rancang bersama MUI adalah program pangan dari hulu sampai hilir. Di hulunya ACT punya wakaf pangan produktif, salah satunya wakaf sawah produktif. "(Dengan program ini) kita membantu petani yang punya sawah tapi tidak punya modal, (petani diberi) modali oleh dana wakaf yang kita galang bersama," ujarnya.
ACT sudah memulai program wakaf pangan produktif dengan menanam padi di tanah seluas 500 hektare. ACT sudah membuat rancangan untuk menanam padi di tanah seluas satu juta hektare. Ahyudin menyampaikan, Insya Allah sebelum tahun 2025, target menanam padi satu juta hektare sudah bisa diselesaikan.
"Aktivitas yang sudah seperti ini tepat sekali kalau lembaga seperti kami ACT bergandengan tangan dan dipayungi oleh MUI. Kebersamaan MUI dengan elemen-elemen umat ini untuk meringankan beban-beban pemerintah, membersamai pemerintah yang pada akhirnya musibah pandemi ini bisa diakhiri dengan kemenangan," ujarnya.
Di tempat yang sama, Presiden ACT, Ibnu Hajar, mengatakan, permasalahan pandemi Covid-19 adalah permasalahan bersama. ACT yakini dalam konteks keimanan dan spiritual, MUI punya legitimasi kuat untuk mengajak masyarakat. Di antaranya, mengajak dan memotivasi masyarakat supaya yakin bisa melewati masalah akibat pandemi ini dengan baik.
Ia menjelaskan, MUI bisa mengajak masyarakat memberikan kontribusi yang lebih konkret dalam kondisi seperti sekarang ini. Menjelaskan bahwa sekarang bukan waktunya untuk saling menyalahkan, tapi waktunya untuk saling berkontribusi.
"Program pangan menjadi keniscayaan, masyarakat butuh pangan, maka yang pertama dalam instrumen Islam saat ini adalah wakaf, MUI akan mengedukasi masyarakat untuk berwakaf, untuk bersedekah di masa-masa pandemi," ujarnya.
Ibnu menjelaskan, ACT menjadikan sumber dana wakaf dan sedekah ini untuk program pangan. Untuk memberikan bantuan kepada petani agar menanam dan memperbanyak sawah produktifkan. Supaya bisa mewujudkan kedaulatan pangan di negeri ini.
"Kalau betul ini dilakukan kita, yakin betul dengan 500 hektare yang kita mulai, kita bisa kembangkan sampai mungkin ribuan hektare, dan targetnya dalam waktu tiga sampai empat tahun ini sampai satu juta hektare, semoga ini menjadi bagian dari kontribusi umat untuk membantu negara dalam kedaulatan pangan," kata Ibnu.
Presiden ACT ini menerangkan, sekitar 12 juta UMKM sedang terpuruk, maka ACT ingin mendampingi mereka supaya tumbuh lagi. Untuk itu, dana wakaf tunai dan dana sedekah yang ACT kumpulkan akan dijadikan sebagai dana untuk modal UMKM.
"Kita akan fasilitasi mereka, mereka harus mulai ramai di (pasar) online, ACT sudah mulai fasilitasi dengan pasar sedekah (online), supaya mereka masuk dunia digital untuk pemasaran, pendampingan kita juga lakukan," jelasnya.