REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 8 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap mantan direktur teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno. Hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim terhadap Hadinoto lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut KPK yakni 12 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan kurungan.
Majelis Hakim menyatakan, Hadinoto terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Selain tindak pidana suap, Hadinoto juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Hadinoto Soedigno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim, Rosmina, saat membacakan amar putusan terhadap Hadinoto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/6).
Tak hanya pidana badan, Hadinoto juga dijatuhkan pidana tambahan membayar uang pengganti sejumlah 2,3 juta dolar AS dan sejumlah 477 ribu euro atau setara dengan 3,7 juta dolar Singapura. Bila Hadinoto tidak dapat membayar uang pengganti tersebut dalam waktu sebulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita.
Bila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Hadinoto akan dihukum pidana badan selama empat tahun.
Dalam menjatuhkan hukuman terhadap Hadinoto, Majelis Hakim mempertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal yang memberatkan, Majelis Hakim menilai tindak pidana yang dilakukan Hadinoto memperburuk citra Indonesia di mata asing dalam mengelola bisnis penerbangan yang bertaraf internasional. Sebab, PT Garuda Indonesia merupakan BUMN bidang penerbangan yang menjadi kebanggan bangsa Indonesia yang melekat lambang negara yang seharusnya dapat mengharumkan nama bangsa, tidak hanya tingkat nasional tapi juga internasional.
"Namun terdakwa memperburuk citra Indonesia di mata asing dalam mengelola bisnis penerbangan yang bertaraf internasional," kata Hakim.
Selain itu, Hadinoto juga tidak mengakui perbuatannya. Sementara untuk hal yang meringankan, Majelis Hakim menilai Hadinoto belum pernah dihukum dalam perkara lain.
"Terdakwa juga bersikap sopan dalam persidangan," kata Hakim.
Setelah mendengar amar putusan Majelis Hakim, Hadinoto menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari. Sementara Jaksa Penuntut KPK langsung menyatakan banding.
"Izin atas vonis tersebut kami menyatakan banding Yang Mulia," kata Jaksa.