REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Pengamat kebijakan publik asal Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya Andri Arianto menyarankan, pemerintah lebih menyentuh hati warga Madura untuk menghindari kesalahpahaman terkait kebijakan penanganan Covid-19 di daerah setempat.
"Sentuh hatinya warga Madura, agar tidak terjadi gesekan dan kesalahpahaman ini," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima di Surabaya, Rabu (23/6) malam.
Selama dua pekan kebijakan penyekatan di Jembatan Suramadu, terjadi dua kali insiden di pos sisi Surabaya, yakni pada Jumat (18/6) dan Selasa (22/6). Insiden yang sama-sama terjadi menjelang pagi tersebut viral di media sosial dan menyebabkan kerusakan pada tenda pos penyekatan.
Menurut dia, komunikasi intensif sangat penting, terutama pelibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, kepala desa (klebun), dan orang yang dituakan untuk menyosialisasikan pencegahan Covid-19."Termasuk memberitahukan Covid-19 ini nyata, bahkan muncul varian baru yang jika terlambat penanganannya bisa berakibat fatal," katanya.
Ia melihat, selama ini kesannya warga hanya menjadi objek atas kebijakan yang dikeluarkan, padahal seharusnya masyarakat dilibatkan untuk menghindari kesalahpahaman. Karena itu, kata Andri, sangat wajar Pemkot Surabaya langsung bergerak cepat dalam merespons melonjaknya kasus, termasuk munculnya varian baru hasil penyekatan di Jembatan Suramadu, beberapa waktu lalu.
Selain itu, kerja sama antarpemerintah daerah sangat diperlukan dalam menangani pandemi dan partisipasi masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan, termasuk menaati aturan-aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro."Semoga menjadi perhatian semua sebagai masyarakat dan kepala daerah, khususnya bagi Gubernur Jatim untuk semakinkuat melakukan koordinasi dan berkomunikasi," tutur dia.
Pada Rabu (23/6) ini, pos penyekatan di Suramadu telah ditiadakan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi pihak terkait. Sebagai kebijakan, saat ini dilakukan pengetatan PPKM mikro di delapan desa di lima kecamatan di Bangkalan, serta penyekatan di Sampang, termasuk kewajiban surat izin keluar masuk (SIKM) bagi warga yang hendak ke Surabaya atau keluar daerah lainnya.