Kamis 24 Jun 2021 00:17 WIB

Wacana Presiden 3 Periode, Perludem: Parpol Dirugikan

Perludem menilai Parpol paling dirugikan jika masa jabatan presiden ditambah.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Khoirunnisa Nur Agustyati
Foto: Republika/ Wihdan
Khoirunnisa Nur Agustyati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menilai partai politik (Parpol) menjadi pihak yang paling dirugikan jika masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode. Sebab, kesempatan kader parpol untuk maju dalam kontestasi pilpres menjadi terbatas. 

"Ya parpol itu kan fungsi utamanya rekrutmen untuk kaderisasi anggotanya disiapkan menjadi pemimpin gitu ya. Nah sementara untuk maju ke dalam ruang kepemimpinan ini terbatas, kan justru akan merugikan bagi partai politik itu sendiri," kata Khoirunnisa dalam diskusi daring, Rabu (23/6).

Baca Juga

Melihat kecenderungan itu, Khoirunnisa menilai seharusnya parpol satu suara menolak wacana tersebut. Seharunsya Pemilihan Presiden 2024 mendatang  menjadi ajang bagi masyarakat untuk melihat wajah baru  yang akan bertarung dalam kontestasi pilpres. 

"Orang-orang yang fresh, orang-orang yang baru, yang mungkin masih relatif dari usia muda, yang  menjadi alternatif pilihan bagi masyarakat," ujarnya.

Menurutnya jangan sampai pengalaman pilpres 2014 dan 2019 kembali terjadi. Masyarakat dinilai butuh calon alternatif yang punya gagasan segar. "Jadi adanya gagasan (tiga periode) ini justru menjadikan alternatif-alternatif itu tidak muncul," ucapnya.

Ia menambahkan, jika alasannya agar tidak terjadi polarisasi seperti pilpres 2019 lalu maka solusinya bukan menambah masa jabatan. Menurutnya ada banyak faktor kemunculan polarisasi di masyarakat 

"Misalnya faktor media sosial, bukan dalam artian untuk membatasi orang berkampanye di medos, tapi ketika waktu itu masa pemilu 2019 saya ingat masa kampanye kurang lebih delapam bulan ya, waktu yang cukup panjang," tuturnya.

"Selama delapan bulan itu kampanye yang disampaikan, dipertontonkan masyarakat adalah kampanye-kampanye yang bentuknya kampanye hitam, saling menjatuhkan satu sama lain antardua kubu ini saling serang di medsos, nah itu yang kita nggak kontrol dan kemudian itu menimbulkan polarisasi di masyarakat," imbuhnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement