Kamis 24 Jun 2021 00:19 WIB

Rusia Kerja Sama dengan AS Identifikasi Peretas Ransomware

Langkah-langkah ini sebagai bagian dari kesepakatan antara Putin dan Biden.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden AS Joe Biden, kanan dan Presiden Rusia Vladimir Putin, bertemu, sebelum KTT AS-Rusia, di Jenewa, Swiss, Rabu, 16 Juni 2021.
Foto: AP/Denis Balibouse/Pool Reuters
Presiden AS Joe Biden, kanan dan Presiden Rusia Vladimir Putin, bertemu, sebelum KTT AS-Rusia, di Jenewa, Swiss, Rabu, 16 Juni 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia akan bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS) di bidang keamanan siber, terutama mengidentifikasi peretas ransomware. Hal itu sebagai bagian dari kesepakatan yang tercapai dalam pertemuan Presiden Vladimir Putin dan Presiden Joe Biden di Jenewa, Swiss, pekan lalu.

 "Kami melakukan langkah-langkah sebagai bagian dari kesepakatan yang dicapai antara presiden kami. Jadi, kami akan bekerja bersama dan berharap untuk timbal balik," kata Direktur Layanan Keamanan Federal Rusia Alexander Bortnikov di sela-sela pembukaan the IX Moscow Conference on International Security, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS, Rabu (23/6).

Masalah ancaman dunia maya telah menjadi tekanan di AS selama beberapa bulan terakhir. Pada awal Mei, peretas dari kelompok DarkSide meretas sistem perusahaan pipa Amerika, Colonial Pipeline.

 Menurut badan intelijen AS, DarkSide kemungkinan berbasis di wilayah Rusia atau Eropa Timur. Namun kelompok tersebut tak terkait dengan pemerintahan mana pun. Pada 31 Mei, jaringan komputer divisi Amerika dari perusahaan pengolahan daging Brasil, JBS, juga diserang.

 Pada 16 Juni lalu, Putin dan Biden melakukan pertemuan perdana di Jenewa, Swiss. Pengendalian senjata, penanganan pandemi, isu kawasan, dan stabilitas strategis menjadi beberapa topik yang mereka bahas. Menurut Biden, pertemuan pertamanya dengan Putin berlangsung positif.

Namun Biden tak menampik masih ada beberapa ketidaksepakatan. “Nada dari seluruh pertemuan bagus, positif,” kata Biden kepada awak media setelah pertemuannya dengan Putin yang dilangsungkan di Villa La Grange usai.

Biden mengakui ada sejumlah ketidaksepakatan. Namun hal itu tak terjadi dalam suasana hiperbolik. Keluhan utama yang disampaikan Biden adalah perihal keagresifan aktivitas siber Rusia. Dalam konteks itu, salah satu contoh yang diambil adalah upaya Rusia, baik yang dilakukan peretas atau dinas keamanan, untuk mengintervensi pemilu AS.

Biden menekankan kepada Putin bahwa pemerintahannya tidak akan mentoleransi aksi semacam itu. “Kami tidak akan mentoleransi upaya yang bertujuan melanggar kedaulatan demokrasi kami atau mengacaukan pemilihan demokratis kami dan kami akan meresponsnya,” ujarnya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement