Kamis 24 Jun 2021 07:03 WIB

Pengamat: Sikap Jokowi Soal 3 Periode Dinilai Bisa Berbelok

Namun, partai poltik belum ada yang berani menyatakan sikap jernih atas wacana itu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo menilai, bahwa sikap Presiden Joko Widodo terkait wacana perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode belumlah tegas. Meskipun mantan wali kota Solo itu beberapa kali menyatakan penolakannya.

 "Tapi, buat saya itu masih bisa berbelok, masih blur. Apakah Istana tampaknya mengalir saja, taking profit, apakah ini main-mainan saja bahwa nanti end in mainnya sudah under control memang maunya mereka," ujar Ari dalam daring, Rabu (23/6).

Pengamat politik Wempy Hadir juga menyatakan, bahwa partai politik tidak berani menyatakan sikap secara jernih terkait wacana tersebut. Salah satu contoh ketidaktegasan adalah belum adanya pernyataan resmi dari pimpinan partai.

"Parpol hari ini tidak berani menyatakan sikap secara jernih, bahkan abu-abu. Misalnya, Nasdem, Surya Paloh tidak menyatakan secara tegas menolak tiga periode," ujar Wempy.

Wempy juga menilai, Jokowi belum memiliki sikap yang tegas terkait kemungkinan untuk maju kembali di Pilpres 2024 mendatang. Menurutnya, sikapnya itu mirip dengan yang ditampilkan Jokowi saat menyatakan bahwa putra sulungnya, Gibran Rakabumung Raka tidak akan terjun ke dunia politik.

"Dalam beberapa peristiwa politik, bagaimana Jokowi mengatakan anaknya tidak terlibat dalam politik, sebelum Gibran masuk dalam konstelasi politik pilkada. Pada saat bersamaan, dia tergoda oleh rayuan maut orang terdekat Jokowi untuk mendorong Gibran dalam kontestasi walikota," ujar Wempy.

Berkaca dari situ, Jokowi dikhawatirkan kembali tergoda dengan rayuan politik di dekatnya. Dari orang-orang yang mengendalikan kekuasaan untuk mau maju kembali sebagai capres di Pilpres 2024. 

"Saya khawatir Jokowi tidak kuat terhadap rayuan dan godaan yang dibuat invisible government, tapi orang yang mengendalikan kekuasaan dari dalam Istana, mereka punya saham politik yang menjadikan Jokowi sebagai presiden dan kali ini mereka melihat kekuasaan ini tidak boleh hilang dari mereka," ujar Wempy.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement