REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mencatatkan utang pemerintah sebesar Rp 6.418,5 triliun per akhir Mei 2021. Adapun posisi utang pemerintah mengalami penurunan sekitar Rp 109,14 triliun dibandingkan periode sama bulan sebelumnya sebesar Rp 6.527,29 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, seiring masa pandemi kebutuhan utang mengalami peningkatan. Namun, pemerintah senantiasa menyiapkan strategi untuk memitigasi volatilitas pasar keuangan.
"Pemerintah juga mengelola risiko agar utang tetap terjaga dalam batas aman," ujar Sri berdasarkan data APBN KiTA, seperti dikutip Kamis (24/6).
Sri Mulyani menjelaskan, rasio utang pemerintah juga turun jadi 40,49 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Adapun rasio utang pemerintah masih aman karena berada di bawah ketentuan undang-undang keuangan negara, yakni maksimal 60 persen dari PDB.
Jika diperinci, utang pemerintah terdiri atas surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.580,02 triliun atau 86,94 persen dari total utang. Selain itu, ada pinjaman sebesar Rp 838,13 triliun atau 13,06 persen dari keseluruhan utang pemerintah sampai dengan akhir Mei lalu.
Pinjaman pemerintah terdiri atas pinjaman dalam negeri sebesar Rp 12,32 triliun. Sementara, pinjaman luar negeri sebesar Rp 825,81 triliun yang terdiri atas pinjaman bilateral sebesar Rp 316,83 triliun, multilateral sebesar Rp 465,52 triliun, serta commercial bank sebesar Rp 43,46 triliun.
Kemudian, SBN domestik sebesar Rp 4.353,56 triliun terdiri atas surat utang negara (SUN) sebesar Rp 3.606,07 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) sebesar Rp 747,49 triliun. Sedangkan, SBN valas sebesar Rp 1.226,45 triliun yang terdiri atas SUN sebesar Rp 984,2 triliun dan SBSN sebesar Rp 242,2 triliun.