REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Lonjakan kasus Covid-19 masih terjadi di Kabupaten Garut. Sejak Lebaran, penambahan kasus harian rata-rata di atas angka 100 orang. Tak hanya itu, setiap harinya pasien meninggal akibat Covid-19 juga terus bertambah.
Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kabupaten Garut per Selasa (22/6) yang dirilis pada Rabu (23/6), angka terkonfirmasi positif di daerah itu berjumlah 15.403 kasus, bertambah 434 dari hari. Sebanyak 4.387 orang menjalani isolasi mandiri dan 567 orang isolasi di rumah sakit. Sementara angka kematian akibat positif Covid-19 di Garut berjumlah 658 kasus, bertambah 11 kasus dari hari sebelumnya.
Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman menilai, peningkatan kasus Covid-19 merupakan akibat dari kurangnya kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan (prokes).
“Terjadi peningkatan angka kasus dalam kurun waktu tiga hari berturut-turut, 1.000 masyarakat Garut terpapar Covid-19. Penambahan yang meningkat itu tidak terlepas dari kurangnya kesadaran masyarakat soal imbauan pemerintah untuk melaksanakan prokes dan menerapkan 5M,” kata dia melalui keterangan resmi, Selasa (22/6).
Ia menjelaskan, dampak pandemi Covid-19 bukan hanya berimbas pada sektor kesehatan. Lebih dari itu, perekonomian masyarakat juga terdampak. Karananya, ia meminta seluruh elemen masyarakat berpartisipasi aktif dalam rangka memutus rantai penyebaran Covid-19. Salah satunya dengan menerapkan prokes.
Kendati demikian, ia menilai, saat ini kesadaran masyarakat Garut untuk menggunakan masker sudah mulai meningkat. Hal ini ia ungkapkan usai meninjau salah satu bank di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Selasa.
“Penggunaan masker masyarakat meningkat," kata dia.
Berdasarkan catatan Republika, lonjakan kasus Covid-19 di Kabupaten Garut bukan semata karena kesalahan masyarakat yang abai prokes. Namun, kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut juga berpengaruh.
Salah satulnya, kebijakan Pemkab Garut yang melarang para aparatur sipil negara (ASN) untuk mudik pada Lebaran 1442 H. Bersamaan dengan itu, aktivitas berupa silaturahmi tetap diperkenankan sepanjang masih di wilayah Kabupaten Garut dan sekitarnya.
Ketika itu, Bupati Garut, Rudy Gunawan mengatakan, para ASN sudah diinstruksikan untuk tidak mudik selama Lebaran. Namun, jika ingin bersilaturahmi ke keluarga yang berada wilayah di Kabupaten Garut atau sekitarnya masih diperbolehkan.
"Kami mempersilakan untuk bersilaturahmi sepanjang di wilayah Kabupaten Garut atau wilayah Priangan, asal yang tidak mengganggu terhadap protokol kesehatan,” kata dia melalui keterangan resmi, Ahad (25/4).
Tak hanya itu, tak ada ancang-ancang penutupan objek wisata di Garut menjelang libur Lebaran. Pemkab Garut justru tetap memperbolehkan destinasi wisata beroperasi selama libur Lebaran. Status zona oranye (risiko sedang) penyebaran Covid-19 di Kabupaten Garut ketika itu tak membuat pemerintah setempat menutup tempat wisata. Namun jumlah wisatawan di satu objek wisata dibatasi maksimal hanya dikunjungi 50 persen dari kapasitas.
Namun, wisatawan yang berkunjung ke pantai-pantai di selatan Garut membeludak. Baru setelahnya, objek wisata dibatasi. Penutupan akses dilakukan di objek wisata yang sudah melebihi kapasitas.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut, Budi Gan Gan mengatakan, penutupan hanya dilakukan di tempat wisata pantai yang dikelola oleh pemerintah daerah. Penutupan juga tidak dilakukan secara total. Aktivitas pariwisata di pantai tetap berjalan, tapi akses masuknya ditutup.
"Pantai di wilayah selatan yang dikelola pemda itu semua ditutup. Kecuali kalau di lokasi tempat wisata itu jumlah wisatawannya sudah di bawah 50 persen dari kapasitas, baru dibuka lagi," kata Budi saat dihubungi Republika, Ahad (16/5).
Imbas dari kelonggaran kebijakan selama Lebaran itu, beberapa pekan setelahnya terjadi lonjakan kasus Covid-19 di Kabupaten Garut. Namun, Pemkab Garut tetap melaksanakan pemilihan kepala desa (pilkades) serentak pada 8 Juni. Dalam pilkades serentak itu, terdapat 2.228 TPS yang tersebar di 217 desa, 40 kecamatan.
Kendati demikian, Bupati Garut menilai, pelaksanaan pilkades serentak tak memberi dampak pada lonjakan. Justru, ia menyoroti acara pernikahan yang tidak terkendali di masyarakat.
Menurut Rudy, masyarakat di kampung-kampung banyak yang menyelenggarakan pesta pernikahan dengan tidak mematuhi prokes. Hal itu disebut menjadi salah satu pemicu lonjakan kasus Covid-19 di Garut.
"Alhamdulillah dampak dari Pilkades enggak ada. Kita nunggu dua minggu dampak dari Pilkades tidak ada. Yang ada dari dampak hajatan," kata dia, pekan lalu.
Namun, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Leli Yuliani, memiliki pandangan berbeda. Ia menilai, kenaikan kasus Covid-19 di Kabupaten Garut bukan semata karena aktivitas selama Lebaran. Aktivitas pilkades serentak juga ikut menyebabkan lonjakan kasus Covid-19.
Menurut dia, dalam pelaksanaan pilkades banyak penerapan prokes yang dilanggar. "Bukan saat pemilihannya, tapi saat sosialisasi, perayaan, kampaye, itu kan mengundang massa. Kalau hari H, iya pakai prokes, tapi saat kampanye dan perayaan kan kita lihat yang masih melanggar prokes," kata dia.
Saat ini, tingkat keterisian rumah sakit untuk pasien Covid-19 di daerah itu mencapai 83,16 persen berdasarkan data per 21 Juni. Dari 582 tempat tidur yang tersediadi tujuh rumah sakit, 484 di antaranya telah terisi.
Sementara keterisian tempat isolasi terpusat di Rumah Susun Gandarasi dan Islamic Center juga hampir penuh. Dari 164 tempat tidur yang tersedia di dua tempat itu, 131 di antaranya sudah terisi.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Rita Sobariah mengatakan, pihaknya masih terus berupaya menambah kapasitas ruang isolasi di rumah sakit. "Kita sudah rapatkan untuk menambah ruang isolasi, tapi ketika ditambah tetap terus kurang. Kita terus upayakan untuk tambah bed," kata dia, saat dikonfirmasi Republika, Rabu.