REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota panitia khusus (Pansus) DPR revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua Putra Nababan mengatakan, pembahasan RUU ini seharusnya tak terbatas pada Pasal 1, 34, dan 76 saja. Sebab, ketiga pasal tersebut tidak memuat aturan ihwal pengawasan Otsus Papua.
"Kita melihat selama 20 tahun terakhir, ada satu masalah yang diakui BPK pada pelaksanaannya, tidak ada lembaga yang mengawasi, pengawasan. Nah pengawasan ini tidak ada dalam Pasal 1, 34, dan 76," ujar Putra di Ruang Pansus B, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/6).
Terkait Otsus Papua, menurutnya, perlu ada keterbukaan dari pemerintah dalam melihat permasalahan yang membuat tujuan dari undang-undang tersebut urung terlaksana. Padahal, dana yang diberikan sangatlah besar untuk peningkatan dan pembangunan kesejahteraan bagi orang asli Papua.
"Saya ingin ada keterbukaan dari pemerintah, open heart, open will, untuk kita mungkin membahas pasal lain agar seperti yang diulang-ulang oleh Pak Ketua, kita tidak jatuh di lubang yang sama. Ada pengawasan, ada koreksi, dan bahkan ada lembaga yang dedicated yang untuk melaksanakan ini," ujar Putra.
Diketahui, Panitia khusus (Pansus) DPR revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua resmi membentuk panitia kerja (Panja) pembahasan RUU tersebut. Pembentukannya ditetapkan dalam rapat Pansus bersama dengan pemerintah, yang diwakilkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
"Jadi saya sahkan dulu, saya ketuk (palu) kedua pembentukan Panja," ujar Ketua Pansus DPR RUU Otsus Papua Komarudin Watubun di Ruang Pansus B, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/6).
Dalam rapat tersebut, Pansus juga menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) dari DPD dan sembilan fraksi yang ada di DPR ihwal RUU Otsus Papua. Dengan total jumlah DIM sebanyak 146.
"Rincian karakteristik DIM yang dikompilasi sebagai berikut, pasal tetap 19 pasal, substansi RUU Panja 45, substansi di luar RUU Panja 69, redaksional timsus (tim perumus) dan timsis (tim analisis) 13," ujar Komarudin.