Kamis 24 Jun 2021 20:09 WIB

Menlu Taiwan: Kami Harus Siap Perang Lawan China

China mengancam akan memenjarakan Menlu Taiwan dengan vonis seumur hidup.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Hubungan Taiwan dan China kian memanas.
Foto: AP/Reuters/berbagai sumber
Hubungan Taiwan dan China kian memanas.

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengatakan meningkatnya intimidasi militer China menunjukkan Taiwan 'harus siap' pada kemungkinan pecahnya konflik militer. Pekan lalu China mengirimkan 28 pesawat Angkatan Udaranya ke zona identifikasi ruang udara (ADIZ) Taiwan.

Masuknya pesawat-pesawat tempur dan bomber pembawa nuklir ke ADIZ Taiwan memang tidak melanggar hukum internasional atau kedaulatan pulau itu. Tapi dapat dilihat sebagai unjuk kekuatan angkatan bersenjata China, Tentara Pembebas Rakyat (PLA).

Baca Juga

"Sebagai pembuat kebijakan Taiwan, kami tidak bisa mengambil risiko, kami harus bersiap, ketika pemerintah China mengatakan mereka tidak menahan penggunaan kekuatan dan menggelar latihan di sekitar Taiwan, kami yakin ini nyata," kata Wu seperti dikutip CNN, Kamis (24/6).

Beijing menuduh Wu yang sudah menjabat sebagai menteri luar negeri Taiwan sejak 2018 sebagai 'separatis garis keras'. Setelah ia mengatakan dalam sebuah konferensi pers, Taiwan akan bertempur 'hingga hari terakhir' bila China menyerang.

"Menghentikan 'kemerdekaan Taiwan' kondisi yang diperlukan untuk menjaga hubungan antar selat," kata juru bicara Kantor Urusan Taiwan Pemerintah China, Zhu Fenglian.

"Joseph Wu dengan arogan dan berulang kali memprovokasi 'kemerdekaan Taiwan', kami akan mengambil langkah yang diperlukan untuk memberi hukuman seumur hidup sesuai undang-undang 'separatis Taiwan' garis keras," tambahnya.

Menjawab ancaman tersebut Wu mengatakan ia merasa 'terhormat' menjadi incaran pihak berwenang Komunis China. "Otoritarian tidak bisa menoleransi kebenaran, bila mereka terus mengatakan mereka ingin mengejar saya seumur hidup, saya tidak terlalu mengkhawatirkan itu," kata Wu.

Wu mengatakan Taiwan tidak bisa menerima unifikasi dengan China. Peristiwa yang terjadi di Hong Kong menjaga kedaulatan sangat penting bagi satu-satunya wilayah dengan mayoritas pengguna bahasa Mandarin yang demokratis.

Ia mengatakan diberlakukannya undang-undang keamanan nasional di Hong Kong telah membungkam gerakan pro-demokrasi di kota itu. Pihak berwenang dapat menangkap siapa saja yang dianggap melakukan subversi, suksesi dan kolusi dengan pasukan atau negara asing.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement