REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel mengambil sikap baru mengenai kasus kerja paksa yang diduga dilakukan China pada masyarakat minoritas Uighur. Israel turut menandatangani kecaman yang dikeluarkan sidang ke-47 Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Kamis (24/6).
Langkah ini menandai perubahan sikap Israel terhadap Beijing. Keputusan ini diambil oleh Menteri Luar Negeri Yair Lapid dengan koordinasi dengan Perdana Menteri Naftali Bennett.
Kecaman yang diusulkan Kanada itu ditandatangani 45 negara. Tapi tidak ada kata genosida dalam kecaman tersebut. Israel pernah mengeluarkan pernyataan serupa di sidang sebelumnya, tapi ini pertama kalinya negara itu menandatangani dokumen semacam ini.
The Jerusalem Post melaporkan, sejumlah sumber mengatakan Israel menandatanganinya karena permintaan dari Amerika Serikat dan Kanada. Tapi hal itu tidak disajikan sebagai permintaan.
Diplomat-diplomat China meminta Israel tidak ikut menandatangani pernyataan kecaman tersebut. Ini bukan pertama kalinya langkah Israel membuat China marah. Baru-baru ini Israel turut mendukung Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) menyelidiki asal usul Covid-19, sesuatu yang dihindari China.
Sumber diplomatik mengatakan, walaupun Israel turut mengecam perlakuan China terhadap masyarakat Uighur tapi tidak mengubah sebagian besar kebijakan mereka terhadap Beijing. Kementerian Luar Negeri Israel juga menangani isu China kasus per kasus.
Namun dalam pidato dan tindakannya saat mulai menjabat sebagai menteri luar negeri. Lapid memberi sinyal ia ingin menekankan pada dunia, Israel negara demokrasi liberal dan selaras dengan negara lain yang berporos sama.
Saat ini, bersama negara-negara Barat demokrasi lainnya AS sedang mengambil sikap tegas pada China. Sebagian besar sekutu Israel.