REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak merupakan calon pemimpin dan penerus cita-cita mulia bangsa Indonesia. Kerja sama berbagai pihak diperlukan untuk menjaga hak-hak anak, termasuk melindungi anak dari paksaan menjadi tenaga kerja dalam usia belia.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Bintang Darmawati mengatakan pemenuhan hak dan perlindungan khusus untuk seluruh anak merupakan hal esensial untuk terwujudnya visi Indonesia Maju. Isu pekerja anak adalah salah satu isu serius yang mengancam terpenuhinya hak anak karena dapat mengganggu tumbuh kembang, kesehatan, keselamatan, hingga pendidikannya.
"Terlebih, penurunan pekerja anak merupakan salah satu dari lima isu prioritas perempuan dan anak yang menjadi target Kemen PPPA hingga 2024,” ujar Menteri PPPA.
Menurut Menteri Bintang, berbagai upaya pemerintah telah membawa sejumlah kemajuan. Namun, angka pekerja anak di Indonesia masih memprihantikan, terutama setelah pandemi. Maka dari itu, kami ingin mengapresiasi para pihak yang telah menunjukkan kontributsi dan integritasnya dalam upaya penanggulangan pekerja anak. Kami berharap seluruh pihak dapat memberikan peran terbaiknya untuk Indonesia bebas pekerja anak 2022,” lanjut Menteri Bintang.
Data BPS 2019 menunjukkan ada sekitar 1,5 juta pekerja anak berusia 10-17 tahun. Bahkan berdasarkan data Sakernas, presentase pekerja anak di Indonesia meningkat dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam kesempatan yang sama mengatakan keberadaan anak di dunia kerja tidak bisa dibiarkan karena juga berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia. Masalah pekerja anak bisa diakibatkan oleh situasi keluarga, latar belakang ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan lainnya.
Sehingga, mengatasi persoalan pekerja anak harus dilakukan secara serius, terencana, dan berkelanjutan, serta dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi. "Maka dari itu, upaya penghapusan pekerja anak perlu melibatkan berbagai pihak dengan semua tingkatan, seperti sinergi pentahelix dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, media, juga organisasi masyarakat,” ucapnya.
Dalam rangka Hari Dunia Menentang Pekerja Anak, Kemen PPPA bekerja sama dengan Bappenas, Kementerian Ketenagakerjaan, YSTC Indonesia, dan PAACLA melakukan penilaian dan memberikan penghargaan kepada 17 pemerintah daerah dan lembaga yang menunjukkan komitmen dalam upaya penurunan pekerja anak. Danone Indonesia merupakan salah satu dari perwakilan dunia usaha, perwakilan lembaga masyarakat, desa inovatif, dan pemerintah daerah yang mendapatkan apresiasi ini.
Selain itu, terdapat lima dunia usaha, enam lembaga masyarakat, dua desa inovatif, dan dua pemda yang menerima menghargaan yang sama. Diharapkan, penghargaan ini mampu memotivasi lebih banyak pihak untuk menciptakan sinergi dalam upaya memberantas pekerja anak di Indonesia.
Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto mengucapkan terima kasih terhadap pemberian penghargaan ini. Danone Indonesia berkomitmen terhadap kesehatan anak, termasuk perlindungan hak anak. "Dalam praktek bisnis, kami mewujudkan komitmen tersebut melalui peraturan perusahaan yang melarang mempekerjakan pekerja di bawah 18 tahun," katanya.
Saat ini perusahaan juga aktif dan menjadi anggota dari Asosiasi Pengusaha Sahabat Anak Indonesia atau APSAI. Tidak hanya itu, perusahaan juga mewujudkan komitmen tersebut melalui salah satu inisiatif keberlanjutannya, mengembangkan proyek Inclusive Recycling Indonesia.
Tujuannya untuk membangun ekosistem daur ulang yang inklusif dengan memberdayakan dan memberikan pelatihan serta akses kesehatan bagi para pemulung dan fasilitas pengumpulan sampah. "Pada program ini, kami juga tidak memperbolehkan adanya pekerja anak di sepanjang rantai pasok pengumpulan botol bekas,” ujar Vera.