Kamis 24 Jun 2021 23:15 WIB

KPK Minta Pemprov DKI Benahi Pajak Daerah

Pemprov DKI diminta mengoptimalisasi pajak dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membenahi pengelolaan pajak daerah. Pemprov juga diminta mengoptimalisasi pajak dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui akselerasi alat rekam pajak terhadap wajib pungut (wapu) pajak dan penagihan piutang pajak. (Gedung KPK)
Foto: Anadolu Agency
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membenahi pengelolaan pajak daerah. Pemprov juga diminta mengoptimalisasi pajak dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui akselerasi alat rekam pajak terhadap wajib pungut (wapu) pajak dan penagihan piutang pajak. (Gedung KPK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membenahi pengelolaan pajak daerah. Pemprov juga diminta mengoptimalisasi pajak dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui akselerasi alat rekam pajak terhadap wajib pungut (wapu) pajak dan penagihan piutang pajak.

"Harapan kami walaupun di saat pandemi kita juga tetap melakukan upaya-upaya peningkatan pajak termasuk penagihan tunggakan pajak," kata Kasatgas bidang Pencegahan pada Direktorat Koordinasi Supervisi Wilayah II KPK Dwi Aprillia Linda Astuti dalam keterangan, Kamis (24/6).

Baca Juga

Dia mengatakan, Wapu yang belum mampu melunasi kewajibannya maka dapat dicicil. Hal ini diutarakan dalam rapat koordinasi dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta.

Dari data yang disajikan Bapenda DKI Jakarta, realisasi pajak daerah pada semester pertama atau sampai dengan 22 Juni 2021 Rp 11,8 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya dengan periode yang sama, ada peningkatan Rp 298,3 miliar. 

Sementara itu, diketahui saldo piutang pajak 2021 Pemprov DKI Rp 10,8 triliun dengan pencairan piutang Rp 370 miliar. Dwi melanjutkan, artinya terdapat sisa piutang Rp 10,4 triliun. 

"Piutang PBB-P2 merupakan yang terbanyak dari 11 mata piutang pajak lainnya yaitu sebesar Rp 9,1 triliun," katanya.

Plt. Kepala Bapenda DKI, Lusiana Herawati menjelaskan piutang PBB-P2 tidak lancar atau macet lebih dari 5 tahun Rp 3,2 Triliun. Dia mengungkapkan, kendala pencairan piutang diantaranya objek sudah tidak diketemukan, ganda, atau sudah menjadi fasum/fasos.

"Upaya yang relevan adalah melakukan cleansing data objek PBB-P2. Pandemi juga mempengaruhi kemampuan membayar para wajib pajak dan kondisi tidak semakin membaik," katanya.

Lusi juga memaparkan kendala di lapangan terkait implementasi pajak online, di antaranya wapu tidak kooperatif seperti sering mencabut kabel intercepter box baik sambungan ke listrik maupun ke server/pos, tidak secara rutin menggunakan pos yang dipinjamkan dan tidak menginformasikan perubahan IP address/update system internal sehingga agent tidak bisa melakukan fungsinya.

Menanggapi hal ini, KPK mendorong Bapenda segera mengefektifkan pengawasan implementasi alat rekam pajak untuk mencegah kecurangan–kecurangan yang dilakukan wapu. KPK juga meminta informasi terkait daftar penunggak pajak daerah terbesar untuk setiap mata pajak agar ditelaah sebagai dasar merekomendasikan langkah penagihan selanjutnya.

KPK juga meminta untuk segera dilakukan digitalisasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Bapenda DKI untuk memudahkan pembayaran oleh wajib pajak. Lembaga antirasuah itu juga meminta audit kepegawaian atas sejumlah personil Bapenda DKI yang proses promosinya diduga tidak sesuai ketentuan. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement