REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Media Iran melaporkan pada Rabu (23/6) bahwa upaya sabotase di salah satu fasilitas nuklir negara itu digagalkan. Israel diduga menjadi dalang dalam peristiwa tersebut.
Selama pidato pada upacara kelulusan pilot Angkatan Udara Israel pada Kamis (24/6), Perdana Menteri Naftali Bennett tampaknya menyinggung peran Israel dalam serangan baru-baru ini di situs nuklir Iran. "Musuh kami tahu bukan dari pernyataan, tetapi dari tindakan bahwa kami jauh lebih bertekad dan jauh lebih pintar, dan bahwa kami tidak ragu untuk bertindak saat dibutuhkan," kata Bennett seperti dikutip di Pangkalan Udara Hatzerim IAF, di luar Bersyeba, Israel.
Bennett juga menyebutkan serangan Israel terhadap pembangkit nuklir Irak lebih dari 40 tahun yang lalu dalam pidatonya. Serangan dengan nama sandi Operasi Opera adalah contoh pertama dari Doktrin Begin atau nama Perdana Menteri Israel saat itu Menachem Begin.
Begin menganjurkan mengambil tindakan militer, bahkan secara sepihak jika perlu untuk mencegah negara-negara musuh di Timur Tengah memperoleh senjata nuklir. Bennett mengklaim bahwa perdana menteri Israel selalu memiliki tanggung jawab suci untuk mencegah negara menghadapi ancaman eksistensial.
"Lalu Irak, hari ini Iran," kata Bennett menggarisbawahi posisi senjata nuklir saat ini.
Selain itu, pemerintah Israel saat ini akan mencoba bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) dalam masalah nuklir Iran. Bennett menyinggung kebijakan Benjamin Netanyahu yang justru menyulitkan."Kami akan terus berkonsultasi dengan sekutu kami, untuk meyakinkan, berbicara, berbagi informasi dan pemahaman, karena rasa saling menghormati yang mendalam. Tetapi pada akhirnya, tanggung jawab atas nasib kami akan tetap berada di tangan kami dan bukan di pihak lain. Kami akan bertindak secara bertanggung jawab dan hati-hati," ujarnya.