REPUBLIKA.CO.ID, MINNEAPOLIS -- Mantan perwira polisi Minneapolis Derek Chauvin menghadapi ancaman vonis puluhan tahun penjara. Beberapa ahli hukum memperkirakan hukuman 20 hingga 25 tahun. Dia menjadi tersangka atas pembunuhan dalam kematian George Floyd.
Chauvin diprediksi akan melakukan banding. Namun, ada pengakuan bahwa hukuman Chauvin akan menjadi langkah maju yang besar bagi kota yang telah gelisah sejak kematian Floyd pada 25 Mei 2020.
"Antara insiden, video, kerusuhan, persidangan, ini adalah puncaknya. Vonisnya juga besar, tapi di sinilah keadilan turun," kata pengacara pembela lokal yang mengikuti kasus Chauvin, Mike Brandt.
Pria berusia 45 tahun ini diperkirakan akan mengajukan banding. Dia juga masih harus menghadapi persidangan atas tuduhan hak-hak sipil federal. Bersama dengan tiga petugas lain yang dipecat, Chauvin yang belum menjalani persidangan negara bagian.
Chauvin dihukum karena pembunuhan tingkat dua yang tidak disengaja, pembunuhan tingkat tiga, dan pembunuhan tingkat dua karena menekan lututnya ke leher Floyd selama sekitar sembilan setengah menit. Keputusannya itu membuat pria kulit hitam tersebut tidak bisa bernapas dan lemas.
Merujuk pada undang-undang Minnesota, Chauvin hanya akan dijatuhi hukuman atas tuduhan paling serius, yang memiliki hukuman maksimum 40 tahun. Namun, hukum kasus menyatakan bahwa hukuman 30 tahun akan menjadi hukuman maksimum praktis yang dapat dijatuhkan oleh Hakim Peter Cahill tanpa risiko dibatalkan di pengadilan banding.
Jaksa meminta 30 tahun dan mengatakan tindakan Chauvin mengerikan serta mengguncang hati nurani bangsa. Pengacara pembela Eric Nelson meminta masa percobaan dan mengatakan Chauvin adalah produk dari sistem rusak dan percaya telah melakukan pekerjaannya.